Warisan Bupati Sumedang

Kamis, 28 Februari 2013 – 07:07 WIB
Foto: Radar Cirebon/dok.JPNN
MASJID Agung Kota Tasikmalaya merupakan bangunan warisan Bupati Sumedang RAA Suryaatmadja. Bangunan masjid yang awalnya berkonsep Masjid Demak itu selesai dibangun 1886.

Masjid Agung Kota Tasikmalaya yang diiklankan Widya di situs tokobagus.com dan dibanderol Rp 50 juta dibangun di atas tanah dari depan Rumah Makan Ampera hingga eks Gedung DPRD Kabupaten Tasikmlaya seluas 32000 meter persegi.

Kemarin (27/2), jurnalis Radar Tasikmalaya (Grup JPNN), Permana, mewawancarai seorang keluarga muwakif atau yang mewariskan tanah Masjid Agung Kota Tasikmalaya Djadja Winatakusumah. Mantan anggota DPR RI ini mengatakan dari kisah para leluhurnya, bangunan masjid itu awalnya menyerupai Masjid Demak.

Saat itu Sukapura (sekarang Tasikmalaya) masih merupakan bagian dari wilayah pemerintahan Sumedang Larang di bawah kepemimpinan Bupati RAA Suryaatmadja.
Pada tahun 1882 terbentuklah pemerintahan Sukapura (atau kini Kabupaten Tasikmalaya).

”Wilayah Sumedang Larang itu sebagian diserahkan kepada Kabupaten Tasikmalaya. Ya Sukapura itu, dulu Sukapura, tidak ada Tasikmalaya,” ungkap Djadja saat ditemui di rumahnya, kemarin (27/2).

Tahun 1886, oleh Bupati Sumedang bangunan Masjid tersebut kemudian diserahkan kepada Baati atau sekarang disebut wakil Bupati Tasikmalaya, yang pertama yaitu, Raden Rangga Sukma Amijaya.

Yang kemudian pengelolaanya diserahkan kepada penghulu yang juga masih keturunan dari pemimpin Sumedang Larang, bernama Raden Haji Abubakar. ”Pokoknya itu dari dulu dikelola oleh turunan Suryaatmadja. Itu yang saya tahu,” terangnya sambil mengusap dahi.

Sepengetahuannya, masjid tersebut dahulu tidak terlalu luas, namun sekitar tahun 1923 tepatnya pada masa kepemimpinan Bupati Raden Adipati Wiratanuningrat, masjid itu mengalami renovasi dan diperluas.

Namun renovasi tersebut dilakukan secara asal-asalan. Kiblat masjid tidak terarah secara benar. Pada waktu itu kiblat masjid hanya berpatokan ke arah timur, tanpa memperhitungkan derajat kemiringannya untuk menghadap ke pusat kota Makkah.

Tidak lama kemudian sekitar tahun 1939 --setelah Bupati Wiratanuningrat digantikan Bupati RTA Wiradiputra-- masjid agung mengalami renovasi kedua.

Setelah itu pada tahun 1970-an dilakukan renovasi ketiga saat kepemimpinan Bupati Husein Wangsaatmadja. Namun waktu itu, menurutnya bentuk masjid masih seperti aslinya belum berubah seperti sekarang.

Barulah pada masa kepemimpinan Bupati Hudli sekitar tahun 1982 sampai 1987 renovasi dilakukan kembali dengan merubah bentuk Masjid. Dari semula mirip Masjid Demak, berubah konsep jadi Masjid seperti Masjid Madinah di Makkah.

” Yang terakhir kali direnovasi pada zaman Bupati Suryana WH dengan bentuknya menjadi seperti sekarang. Akhirnya bentuk masjid sekarang itu diresmikan oleh wakil presiden waktu itu Pak Hamzah Haz dulu (tahun 2002),” paparnya.

Menurutnya, anggaran pembangunan masjid agung yang terakhir sebesar Rp 4,1 miliar berasal iuran masyarakat dan dari hasil tukar guling tanah milik pemerintah di Pasar Satu atau Pasar Wetan dengan tanah di Pasar Cikurubuk senilai Rp 4,1 miliar sehingga total dana yang dihabiskan untuk renovasi terakhir mencapai Rp 8,2 miliar.

”Yang sekarang itu bentuk masjidnya sama dengan Masjid Madinah. Kiblatnya juga sudah dibetulkan. (Bangunan) Itu dibenarkan oleh arsitektur dari ITB bahwa bentuknya memang mirip dengan Masjid Madinah,” pungkasnya. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Drama Sejarah Anas-SBY

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler