jpnn.com, NGAWI - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ngawi, Jatim belum melakukan dropping air bersih meski ada satu desa yang mengajukan permohonan karena mengalami kekeringan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana (Kalaks) BPBD Ngawi Eko Heru Tjahjono menyatakan perlu survei dulu.
BACA JUGA: Seribu Sumur Disiapkan Atasi Bencana Kekeringan
''Suratnya sudah kami terima dan akan kami evaluasi dulu,'' katanya.
Eko menyebutkan, beberapa perangkat Desa Pelang Lor, Kedunggalar, mendatangi kantornya untuk menyerahkan surat permohonan pengiriman air bersih. Sebab, kondisi air di salah satu wilayah desa tersebut mendadak asin.
BACA JUGA: Kekeringan, Warga Rebutan Air Bersih
''Surat yang kami terima itu bukan kekeringan. Airnya masih ada, tapi rasanya asin,'' ujarnya.
Untuk sementara, pihaknya akan menyurvei langsung ke lokasi. Pihaknya tidak langsung menanggapi surat tersebut.
BACA JUGA: Ini Sejumlah Daerah yang Terancam Bencana Kekeringan
Sebab, menurut keterangan warga, kebutuhan air bersih masih bisa di-cover dari wilayah terdekat.
"'Artinya, belum terjadi krisis air bersih karena masih bisa disuplai dari daerah terdekat,'' jelasnya.
Ukuran jaraknya, lanjut Eko, minimal 3 kilometer baru bisa disebut kritis dan perlu dropping.
Atau, ada air bersih, tapi tidak mencukupi kebutuhan warga. Tujuan survei, selain memastikan laporan masuk, mengetahui kondisi daerah sekitarnya.
''Intinya, untuk mencari solusi. Kalau masih bisa, akan diambilkan dari daerah terdekat. Tapi, kalau tidak, langsung kami droping,'' paparnya.
Selain Desa Pelang Lor, Eko menyebutkan, belum ada yang mengajukan permohonan pengiriman air bersih.
Namun, pihaknya terus mengimbau warga agar segera melapor ke BPBD jika kondisi sudah kritis.
Sebab, tanpa laporan, pihaknya tidak bisa mengirim air bersih. ''Sebab, itu (laporan, Red) akan jadi dasar kami menindaklanjuti,'' jelasnya.
Saat ini pihaknya telah memetakan daerah rawan atau berpotensi krisis air bersih. Ada 45 desa di kecamatan yang masuk daftar siaga kekeringan di Ngawi.
Dari jumlah tersebut, 15 desa di antaranya merupakan kasus baru. Tahun 2017 lalu belum mengalami kekeringan atau krisis air bersih.
''Itu (15 desa, Red), menurut prediksi kami, juga terdampak kekeringan jika musim kemarau berlangsung lama,'' ungkapnya.
Jika semua desa kekeringan, jumlah keluarga yang bakal terdampak mencapai 40.900 keluarga dengan total 89.667 jiwa.
Saat ini, lanjut Eko, pihaknya sudah melaporkan kondisi tersebut ke BPBD Provinsi Jawa Timur. Pihaknya tidak mengalokasikan anggaran di APBD 2018.
Namun, kegiatan penanganan kekeringan masuk dalam anggaran biaya tak terduga (BTT) atau dana on call.
Tahun 2018 ini besarannya sekitar Rp 1,7 miliar. ''Itu pagunya. Kalau kurang, masih bisa ditambah lagi di PAK,'' jelasnya. (tif/sat/c22/end/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Krisis Air Bersih Mulai Terjadi di Sini
Redaktur & Reporter : Natalia