Waspada ISIS, Cermatlah Menyumbang ke Syria

Selasa, 17 Mei 2016 – 15:22 WIB
ISIS. Foto: AFP

jpnn.com - JAKARTA – Masyarakat Indonesia diimbau cermat dalam memberi sumbangan dengan dalih apa pun ke Syria. Jika sumbangan murni untuk kemanusiaan, lembaga-lembaga yang menyalurkannya harus berkoordinasi dengan pemerintah.

Hal itu untuk mengantisipasi agar tidak jatuh ke tangan kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). 

BACA JUGA: BCA Raih Penghargaan di Asian Banker Leadership Achievement Awards

“Jangan biarkan lembaga-lembaga funding itu bekerja sendiri-sendiri karena mereka rentan dan tidak resisten dalam masalah ini. Saya tidak bisa menjamin mereka tidak punya kaitan dengan ISIS. Artinya, kita harus waspada karena hal ini justru akan dimanfaatkan ISIS untuk menggalang dana,” kata Ketua Kajian Islam dan Timur Tengah Universitas Indonesia M. Luthfi Zuhdi di Jakarta, Selasa (17/5).

Seperti diketahui, akhir-akhir ini di Indonesia tengah gencar semboyan #SaveAleppo berupa ajakan menyumbang korban perang di kota Aleppo, Syria. Namun di sisi lain, di Aleppo sebagian wilayahnya dikuasai ISIS yang notabene telah menebar teror di Indonesia.

BACA JUGA: Pimpinan Ombudsman Ikut Komentari Terpilihnya Novanto

“Kita bukannya tidak kasihan pada mereka, tapi kita akan menyampaikan dan membantu dengan cara lebih aman,” tutur Luthfi.

Menurut Luthfi, pemerintah mutlak harus turun tangan dan mengimbau masyarakat agar waspada dalam menyambut ajakan tersebut. Pemerintah wajib melarang bila ada indikasi penggalangan dana digunakan pihak-pihak yang berperang di Syria, apalagi jatuh ke tangan ISIS.

BACA JUGA: Ahok: Dia Ketua Fraksi Saya, Orang Baik

Idealnya pemerintah yang menyalurkan bantuan itu melalui lembaga-lembaga yang ada. Bisa juga melalui lembaga internasional di bawah PBB. Dengan demikian lembaga penggalang dana bisa sebagai pendamping.

Saat ini, lanjut Luthfi, sulit membedakan mana yang kelompok ISIS dan tidak ISIS di Syria. Bahkan ada kelompok tidak ISIS, tapi juga radikal seperti Jabat Nusra (Al Qaeda). Mereka itu dinilai sewaktu-waktu bisa melakukan tindakan yang bertentangan dengan kaidah negara Indonesia.

Ia menilai, Indonesia seharusnya lebih fokus untuk mendorong dilakukan gencatan senjata agar perdamaian terjadi di Syria. Bukan sibuk menggalang dana karena itu lebih penting untuk masa depan Syria.

Buat apa memberikan bantuan dana, sementara perang tetap berkobar. Luthfi meyakini keadaan di Syria ini tidak akan selesai dalam kurun 10-50 tahun ke depan.

Sementara itu, staf pengajar Hubungan Internasional, Fisipol dan Kajian Timur Tengah Universitas Gajah Mada (UGM) Siti Mutiah Setiawati memperkuat hal tersebut. Ia mengatakan bahwa sebaiknya masyarakat dan  pemeritah mencermati gerakan #SaveAleppo tersebut.

“Kalau kita lihat itu adalah gerakan solidaritas untuk konflik di Syria. Penyumbang pasti berpikir bagaimana dapat membantu korban. Tapi kita harus sadar bahwa satu gerakan tak lepas dari kepentingan tertentu,” kata Siti Mutiah.

Menurutnya, masyarakat harus cermat karena konteks konflik di Aleppo adalah beberapa  kelompok oposisi yang bertikai dengan pemerintah. Dan mereka punya simpatisan di Indonesia. Simpatisan inilah ditengarai meminta sumbangan kepada masyarakat Indonesia.

“Jadi jangan sampai dana-dana yang terkumpul, malah akan menambah konflik di Syria, semisal membeli senjata illegal. Padahal pemberi dana hanya berpikir berdasar Ukhuwah Islamiyah, bagaimana menolong korban dan tidak terpikir soal pelibatan konflik Syria,” katanya.

Bila dicermati lebih jauh, penggalangan dana di Indonesia sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang (UU).

“Yang perlu kita lihat dari #Save Aleppo ini adalah kejelasan pengumpulkan dana masyarakat ini dapat berapa, untuk siapa, dan digunakan untuk apa. Jadi akuntabilitasnya jelas. Bukan malah dipakai untuk memperkeruh konflik di sana,” katanya. (jos/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepala Daerah Banten Dapat Kuliah Soal Integritas dari KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler