Waspada! Muncul Pemerintahan Otoriter Jika Tak Ada Kubu Oposisi

Kamis, 17 Oktober 2019 – 20:20 WIB
Jokowi dan Prabowo Subianto berbincang di Istana. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Analis politik Pangi Syarwi Chaniago ikut khawatir dengan masa depan demokrasi di Indonesia tanpa kubu oposisi, pascamanuver politik Presiden Jokowi menarik-narik sejumlah partai oposisi jelang pelantikannya 20 Oktober mendatang.

Pangi mengingatkan bahwa keberadaan oposisi itu penting dalam negara demokrasi.

BACA JUGA: Kalau Masuk Koalisi jangan Bertingkah Seperti Oposisi

Ibarat tubuh manusia, oposisi tersebut merupakan imun yang bisa meningkatkan daya tahan tubuh. Begitu juga bagi demokratisasi, keberadaan oposan dapat menjadi vitamin dan menyehatkan pemerintahan.

"Pemerintahan yang tanpa oposisi rata-rata otoriter. Menghilangkan oposisi sudah mengarah pada pemerintahan yang sewenang-wenang," kata Pangi kepada jpnn.com, Kamis (17/10).

BACA JUGA: Gerindra Sejak Awal Ogah Jadi Oposisi?

Sebelumnya Jokowi telah menjamu sejumlah pemimpin partai yang tidak mendukungnya di Pilpres 2019, di Istana Merdeka.

Mulai Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum PAN Zulkifli Hasan.

Hanya tersisa satu partai lagi yang belum dijamu di Istana, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pemilik 50 kursi di DPR.

Belakangan, Wakil Ketua Dewan Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengakui ada upaya dari Jokowi untuk bertemu pemimpin partainya M Sohibul Iman.

Nah, Pangi tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya pemerintahan ke depan tanpa oposisi.

Dalam arti, Gerindra, Demokrat dan PAN benar-benar difasilitasi Jokowi di kabinet pemerintahannya lima tahun ke depan.

"Kalau hari ini semua, Gerindra ditarik, Demokrat, PAN juga ditarik, hanya tinggal PKS (yang jadi oposan). Menurut saya PKS juga tidak akan punya arti apa-apa di sana (parlemen)," jelas direktur eksekutif Voxpol Center Research and Consulting tersebut.

Oleh karena itu, dia sepakat jika ada anggapan bahwa Indonesia mengalami defisit demokrasi. Bahkan, analis yang beken disapa dengan panggilan Ipang ini menyebutnya fakir demokrasi.

"Jadi kita belakangan ini fakir demokrasi, fakir dari kebebasan narasi. Bagaimanapun oposisi menjadi penting, karena itu akan menyehatkan, menjadi vitamin bagi pemerintah sehingga menyehatkan pemerintahan," tambah Ipang.(fat/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler