jpnn.com, JAKARTA - Badan kesehatan dunia, WHO menghentikan sementara seluruh uji klinis obat malaria hydroxychloroquine sebagai obat yang berpotensi untuk menyembuhkan pasien covid-19.
Penghentian dilakukan setelah adanya penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Pasar Malam Ramai, Indonesia Terserah! Siti Fadillah Buka Suara Lagi
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan obat malaria malah berpotensi meningkatkan risiko kematian pasien Covid-19.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan sebuah kelompok Solidarity Trial yang terdiri dari ratusan rumah sakit rujukan covid-19 di seluruh dunia juga telah mendaftarkan pasiennya untuk uji menggunakan hydroxychloroquine.
BACA JUGA: Organisasi Ini Minta Pemerintah Indonesia Mengizinkan Ganja untuk Dunia Kesehatan
"Menetapkan menghentikan sementara hydroxychloroquine dalam uji coba. Sementara data keselamatan ditinjau oleh Dewan Pemantau Keamanan Data," kata Tedros.
Sekadar diketahui hydroxychloroquine selama ini digunakan untuk pengobatan pasien malaria serta radang sendi.
BACA JUGA: Indonesia Termasuk Salah Satu Negara yang Diincar Turis setelah Pandemi Covid-19
Namun, banyak pihak termasuk Presiden Amerika Donald Trump menggunakan obat itu untuk mencegah dan mengobati corona.
Bahkan Trump mendorong pemerintah agar membeli obat ini dalam jumlah besar.
Tak hanya Amerika, Menteri Kesehatan Brasil juga merekomendasikan penggunaan obat ini.
Sementara itu, dari hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal medis The Lancet disebutkan bahwa penggunaan obat ini memiliki efek samping yang serius terutama aritmia jantung atau ritme jantung yang tak beraturan yang menyebabkan kematian.
Studi ini dilakukan kepada 96 ribu pasien Covid-19 di 671 rumah sakit yang tersebar di enam benua.
Pasien yang diteliti merupakan pasien yang dirawat sejak akhir Desember 2019 hingga pertengahan April 2020.
Dari sekian pasien, yang diterapi dengan hydroxychloroquine tidak sampai 15 ribu pasien. Dari jumlah ini diketahui 1 dari 6 pasien meninggal. Sedangkan pasien yang tidak mendapatkan obat ini, resiko meninggalnya 11 banding 1.(cnn/ngopibareng/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia