jpnn.com - Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu jenis penyakit yang kerap menyerang di musim hujan. Demam berdarah disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh sebab itu, bebaskan lingkungan Anda dari genangan air yang rentan menjadi tempat nyamuk berkembang biak.
Data yang dirilis oleh Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada 2015 menyebutkan bahwa dari 34 provinsi di Indonesia ditemukan sebanyak 129.179 orang menderita demam berdarah, dan 1.240 diantaranya meninggal dunia.
BACA JUGA: Jumlah Pengidap DBD di Bekasi Terus Meningkat
Satu tahun kemudian, pada akhir 2016 Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa Indonesia mengalami kejadian luar biasa (KLB) terhadap penyakit demam berdarah yang menghinggapi 12 kabupaten dan 3 kota dari 11 provinsi di Indonesia.
Tercatat sekitar 492 orang terkena demam berdarah dan sebanyak 25 nyawa tidak terselamatkan. Karena begitu berbahayanya penyakit ini, maka Anda perlu memahami fase demam berdarah agar dapat lebih waspada pada diri sendiri maupun orang yang ada di sekitar Anda.
Ketahui fase demam berdarah yang kadang mengelabui
BACA JUGA: 588 Orang Terserang Demam Berdarah, Status KLB Belum Ditetapkan
Satu hal yang perlu diwaspadai dari penyakit ini adalah suhu tubuh yang jika digambarkan seperti pelana kuda. Ketika suhu tubuh penderita normal, biasanya orang mengira ia sudah sembuh. Padahal, fase tersebut merupakan tahap kritis dari demam berdarah.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini merupakan 3 fase dari demam berdarah beserta penjelasannya:
BACA JUGA: Benarkah Sari Kurma Bisa Menyembuhkan Demam Berdarah?
1. Fase demam
Pada awalnya, penderita demam berdarah hanya akan mengalami demam. Namun, terkadang penderita bisa juga mengalami pembesaran organ hati tanpa disertai gejala tertentu.
Selain demam, penderita juga akan mengalami perdarahan pada gusi atau BAB berdarah. Meski demikian, tidak semua orang mengalaminya.
Puncak virus demam berdarah adalah hari ketiga hingga keempat setelah demam dimulai. Namun, demam ini bisa turun secara drastis dan hampir tidak terdeteksi beberapa hari setelahnya.
Untuk mendeteksi apakah seseorang terjangkit virus ini diperlukan pemeriksaan NS-1 antigen dengue dan IgM dengue. Pada umumnya, demam dan kadar virus dalam darah berbanding terbalik. Hasil pemeriksaan akan menunjukkan angka antibodi IgM anti-dengue yang meningkat, namun demam akan menurun.
2. Fase kritis
Ketika demam menurun, penderita justru memasuki periode yang berisiko paling tinggi mengalami kebocoran plasma dan perdarahan. Pada fase ini, sangat diperlukan mengamati rongga paru dan perut untuk memberikan terapi yang tepat guna mengganti kehilangan cairan dan menstabilkan volume tubuh.
Jika tak segera diatasi, penderita berisiko kehilangan nyawanya. Sebab, adanya peningkatan hematocrit yang melebihi 20 persen dari nilai dasarnya, menyebabkan terjadinya penumpukan cairan pada rongga perut (asites), serta penumpukan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura,) sehingga menyebabkan sesak napas.
Ketika memang terjadi kebocoran plasma, penderita harus diamati perkembangan kondisi tubuhnya, yakni dengan mengecek peningkatan detak jantung terutama saat demam sudah turun, ujung jari tangan dan kaki yang dingin, serta penurunan frekuensi dan volume berkemih.
Bila penderita mengalami perdarahan berlebih dan menunjukkan tanda-tanda yang mengarah kepada kondisi syok, harus dialihkan ke unit perawatan intensif untuk dimonitor secara ketat.
Perlu Anda ketahui, syok yang berkepanjangan dan perdarahan berlebih dari saluran pencernaan merupakan faktor utama yang berkaitan dengan komplikasi berujung kematian.
Menariknya, sebagian besar pasien dengan demam berdarah pada fase ini tetap sadar dan memiliki orientasi yang baik, bahkan saat sudah mengalami syok sekalipun. Indikator yang menunjukkan bahwa individu telah memasuki fase kritis meliputi:
Perubahan drastis dari demam tinggi (>38.0°C) ke suhu normal, bahkan di bawah normal.
Trombositopenia, atau terjadi penurunan trombosit hingga ≤100,000 sel/mm3.
Penurunan kadar albumin atau kolesterol dalam darah.
Efusi pleura atau asites.
Meski fase kritis ini hanya memiliki durasi 24-48 jam, penderita demam berdarah harus sering dipantau agar tidak masuk ke dalam fase syok. Penanganan yang tidak tepat juga rentan meningkatkan risiko penderita mengalami kondisi yang lebih parah. Oleh sebab itulah di fase ini sangat disarankan penderita mendapatkan penanganan medis.
3. Fase pemulihan
Pada fase terakhir ini, cairan yang mengalami kebocoran saat fase kritis diabsorpsi kembali oleh tubuh. Hal inilah yang membuat pasien merasa kondisi tubuhnya menjadi lebih segar, nafsu makan mulai kembali, tekanan darah dan nadi stabil, kadar hematokrit dan trombosit mulai mendekati nilai normal.
Tak hanya itu, ketika memasuki fase pemulihan, frekuensi dan volume berkemih penderita akan kembali normal, dan terlihat ruam pada kulit yang memang normal muncul di fase pemulihan. Ruam ini merupakan bintik-bintik merah yang berkelompok dan terkadang terasa gatal.
Pada penyakit demam berdarah terdapat fase yang menyerupai pelana kuda. Karena terkadang bisa menipu, oleh sebab itu Anda perlu memahami fase demam berdarah dengan lebih jelas. Sehingga, apabila muncul tanda dan gejala DBD, Anda dapat lebih waspada untuk melakukan penanganan dini dengan memeriksakan diri ke dokter.(NP/ RVS/klikdokter)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketum Perindo Hary Tanoe Canangkan Gerakan Fogging Nasional
Redaktur & Reporter : Yessy