Waspadai Ancaman Kecurangan Penyelenggara Pilpres

Butuh Peran Saksi, Relawan dan Sipil Untuk Pencegahan

Selasa, 08 Juli 2014 – 17:12 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yang juga Peneliti Politik Uang di Asia Tenggara, Amalinda Savirani mengungkap adanya praktik kecurangan dari pelaksanaan Pilpres 2004 dan 2009.

Dalam hal ini, pola kecurangan tersebut dilakukan oleh penyelenggara dan aparatur negara seperti pelaku birokrasi, keamanan dan penyelenggara pemilu itu sendiri.

BACA JUGA: Versi Charta Politika, Jokowi-JK Menang Pilpres

"Ini perlu diwaspadai dalam Pilpres 2014. Kita masih ingat kasus Andi Nurpati pada 2009," kata Amalinda kepada wartawan di Jakarta, Selasa (8/7).

Menurut dia, manipulasi oleh penyelenggara itu bersifat masif dan bisa disebut vote trading (dagang-jual suara), bukan lagi vote buying (membeli suara). "Yang pertama ini berskala besar (grosir) dan yang kedua retail (ketengan)," ujarnya.

BACA JUGA: Waspadai Serangan Fajar, Pendukung Prabowo Gelar Sahur Bersama

Dari delapan tahapan pilpres, yang paling rentan adalah di tahapan penghitungan dan rekap suara.

Untuk bisa mengatasi ini, lanjut Amalinda, dari temuan lapangan riset Jurusan Politik Pemerintahan UGM, peran saksi, relawan dan masyarakat sipil sangat sentral.

BACA JUGA: Jokowi-JK Menang, Prabowo-Hatta Unggul di Sumatera, DKI, Jabar

"Saksi perlu mengawal tidak hanya proses pencoblosan tapi juga penghitungan di TPS dan rekap di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan KPU," ungkapnya.

Dia menegaskan, kehadiran elemen masyarakat sipil juga akan menjadi sangat krusial.

"Dengan hanya hadir atau nongkrong di luar lokasi penghitungan, akan menciptakan fungsi deterrence (pencegahan) yang bisa menahan kecurangan," tegasnya. (adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Yakin Peristiwa Hong Kong tak Terjadi di Dalam Negeri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler