Waspadai Dampak Larangan Rasa Vape, 2 Risiko Ini Meningkat

Kamis, 04 Juli 2024 – 18:10 WIB
Ilustrasi orang sedang menggunakan rokok elektrik atau vape. Foto: Natalia Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Lembaga peneliti Tholos Foundation mengungkapkan analisis dampak pelarangan produk Vape Berperasa dari studi terbarunya.

Di salam tulisannya berjudul Analysis of Flavored Vaping Products as a Harm Reduction Method: Impact of Flavor Bans in the Real World mereka menganalisis berbagai jajak pendapat tentang apa yang akan dilakukan para pengguna vape jika larangan produk vape berperasa diterapkan. 

BACA JUGA: Pahami Penggunaan Perangkat Vape agar Terhindar dari Pencemaran Logam

Terlepas dari berbagai macam latar belakang para pengguna dari berbagai macam negara, para pengguna vape memiliki kesamaan sikap terkait hal ini, yaitu temuan menunjukkan bahwa larangan perasa pada produk vape mengakibatkan pergeseran langsung di antara para pengguna vape untuk kembali menggunakan rokok konvensional, serta meningkatnya penjualan vape berasa di pasar gelap.

Pelarangan perasa pada vape juga berpotensi memperkuat operasi kejahatan terorganisir yang terlibat dalam penyelundupan tembakau, yang menurut Departemen Luar Negeri AS merupakan ancaman keamanan nasional. 

BACA JUGA: APVI Buka Peluang Kolaborasi Penelitian soal Vape

Sebaliknya, data menunjukkan bahwa pengguna vape mendukung solusi kebijakan alternatif yang dapat mencapai tujuan kesehatan masyarakat tanpa larangan menyeluruh.

Pengaturan Akses, Bukan Pelarangan Rasa

Akses ke produk vape berperasa sangat penting untuk pengurangan dampak buruk rokok terhadap individu dan menurunkan tingkat merokok. 

Oleh karena itu, pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan preferensi konsumen dan potensi dampak negatif dalam merumuskan kebijakan yang mengutamakan manfaat kesehatan masyarakat sembari menangani kekhawatiran yang sah secara proporsional.

Penelitian dari Tholos Foundation ini juga didukung oleh penelitian terbaru dari University of Bristol.

Senada dengan penelitian sebelumnya, penelitian terbaru dari University of Bristol menunjukkan bahwa larangan rasa pada produk vape menyebabkan para penggunanya beralih kembali ke rokok konvensional dan meningkatkan penjualan pasar gelap. 

Dosen di School of Psychological Science Bristol Dr Jasmine Khouja mengatakan peningkatan pasar gelap ini menambah risiko kesehatan karena standar kualitas yang tidak terjamin, serta meningkatkan penggunaan oleh remaja karena tidak adanya pemeriksaan terhadap usia pembeli.

“Meskipun pembatasan rasa mungkin mengurangi penggunaan vape di kalangan remaja, tanggapan wawancara kami menunjukkan bahwa pembatasan tersebut juga dapat membuat orang dewasa enggan menggunakan rokok elektrik untuk membantu mereka berhenti merokok, sehingga berpotensi membuat pengguna vape kembali merokok dan menyebabkan lebih banyak orang yang saat ini merokok untuk terus merokok," kata Dr Jasmine.

Tholos Foundation juga melakukan analisis sekaligus menawarkan solusi yang dapat dilakukan pemerintah terkait pembatasan akses produk tembakau pada anak di bawah umur. 

Pertama, pemerintah perlu meningkatkan penegakan hukum untuk membatasi akses anak di bawah umur melalui verifikasi usia online dan fisik, lisensi pengecer dan distributor, serta pemeriksaan kepatuhan berkala dan peningkatan hukuman bagi pelanggaran. 

Kedua, pemerintah harus mempertimbangkan dalam hal pembatasan deskripsi rasa maupun gaya komunikasi produk agar tidak menarik perhatian mereka yang masih di bawah umur. 

Kemudian, membatasi penjualan beberapa rasa di toko khusus dewasa.

Lalu, menerapkan inovasi teknologi pada produk untuk membatasi akses anak di bawah umur. 

Terakhir, edukasi komprehensif mengenai risiko vape kepada anak di bawah umur juga sangat penting untuk dilakukan agar upaya penanganan dapat berhasil.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler