Waspadai Gejolak Harga Volatile Foods Jelang Akhir Tahun

Senin, 04 Desember 2017 – 14:24 WIB
Ilustrasi beras. Foto: Radar Tarakan/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah harus mulai mewaspadai gejolak harga volatile foods (komponen harga bergejolak) menjelang akhir tahun.

Hal itu terkait dengan dua momen liburan, yakni Natal dan tahun baru.

BACA JUGA: 2 Bulan, Pemerintah Harus Kumpulkan Pajak Rp 425 Triliun

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan, inflasi November diprediksi lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang hanya 0,01 persen.

Pihaknya memproyeksikan inflasi berada di angka 0,13–0,15 persen secara month-to-month (mtm).

BACA JUGA: Inflasi Rendah Berlanjut, Waspada Kenaikan Harga Akhir Tahun

’’Faktornya melihat perkembangan harga kebutuhan pokok sedikit meningkat untuk antisipasi kebutuhan liburan,’’ kata Bhima, Minggu (3/12).

Menurut Bhima, hal lain yang juga perlu menjadi perhatian pemerintah adalah inflasi kelompok makanan jadi dan rokok.

BACA JUGA: Turun, Inflasi Oktober Jadi 0,01 Persen

Dorongan dari administered price pada November lebih disebabkan kenaikan harga BBM nonsubsidi.

’’Inflasi pada November juga dipengaruhi kenaikan harga transportasi menjelang libur panjang,’’ ujarnya.

Bhima menuturkan, pemerintah juga perlu menimbang kembali rencana pemberlakuan batas bawah maskapai penerbangan kelas ekonomi.

Sebab, inflasi transportasi bakal terdorong. Selain itu, rencana kenaikan tarif sembilan ruas jalan tol sebaiknya ditunda sebagai antisipasi pengendalian inflasi.

Pelemahan rupiah pun perlu dicermati karena memberikan tekanan pada harga barang konsumsi yang diimpor, khususnya makanan dan pakaian jadi.

Meski begitu, pihaknya memperkirakan sampai akhir tahun inflasi mencapai 3,7–3,9 persen.

Prediksi tersebut berada di bawah target inflasi dalam APBNP 2017 sebesar empat plus minus satu persen.

’’Pemerintah diharapkan terus menjaga stabilitas harga pangan karena ada kecenderungan naiknya inflasi musiman pada Desember menjelang libur Natal dan tahun baru,’’ jelasnya.

Chief Economist SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Alexander Sugandi memiliki angka proyeksi inflasi yang sedikit lebih tinggi untuk November, yaitu di kisaran 0,2 persen (mtm) dan 3,3 persen year-on-year (yoy).

Dia menjelaskan bahwa pendorong inflasi bulan ini adalah naiknya biaya produksi akibat peningkatan harga impor bahan baku dan barang modal.

’’Ini dipicu kenaikan harga minyak dan biaya transportasi serta pelemahan rupiah dan gangguan pasokan bahan pangan akibat musim hujan,’’ kata Eric.

Untuk proyeksi inflasi tahun ini, Eric mematok angka 3,5 persen. Proyeksi itu juga cukup sesuai dengan target pemerintah dan prediksi Bank Indonesia (BI).

’’Year-end 2017, saya perkirakan inflasi bisa di 3,5 persen. Jadi, masuk ke rentang target inflasi BI di 3–5 persen,’’ tuturnya.

Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia Aldian Taloputra menyebutkan, inflasi diproyeksikan mencapai 0,3 persen (mtm) dan 3,41 (yoy). (ken/c14/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Realisasi Penyaluran KUR Tembus Rp 69,7 Triliun


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler