Waspadai Pengebirian Masa Depan Anak Bangsa

Jumat, 22 Juli 2016 – 23:28 WIB
Anggota Komisi VIII DPR Ledia Hanafi. FOTO: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Perppu No 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak masih belum mendapat kepastian akan disahkan menjadi Undang-Undang. Beberapa pihak memilih untuk merevisi undang-undang perlindungan anak secara lebih komprehensif ketimbang sekadar meresmikan Perppu yang lebih dikenal sebagai Perppu kebiri itu sebagai Undang-undang.

“Pada dasarnya semua memiliki argumen untuk melindungi anak Indonesia. Hanya tinggal dikaji mana yang bisa memberikan perlindungan maksimal bagi anak Indonesia,” kata anggota komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa di Jakarta, Jumat (22/7).

BACA JUGA: Di Usia 51 Tahun, Laksda TNI Aan Kurnia Dapat Kejutan

Sementara itu, memaknai momen Hari Anak Indonesia, Ledia mengingatkan pemerintah satu hal yang sangat urgen di luar masalah kebiri bagi pelaku kejahatan, yaitu kebiri masa depan anak bangsa yang tengah terjadi secara intens di negeri ini.

“Saya bisa katakan saat ini anak Indonesia tengah dihantui situasi pengebirian masa depan, dari berbagai sudut,” katanya.

BACA JUGA: Sejak Pemerintahan SBY, Golkar Dorong Parlementary Treshold 10 persen

Menurutnya, penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja meningkat, kekerasan pada anak meningkat, kejahatan seksual meningkat, paparan pornografi semakin banyak dan mudah ditemui, keteladanan minim dilihat dan didengar sementara hubungan sosial yang positif baik di lingkungan keluarga, sekolah dan pergaulan keseharian semakin melemah.

“Modal sosial kesalehan anak-anak kita yang bisa menempanya menjadi generasi penerus yang berbudi luhur semakin tergerus, ujar politikus dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini.

BACA JUGA: Senator Mervin: Dialog, Kunci Penyelesaian Konflik di Tanah Papua

Karenanya Ledia berharap ada kebjakan yang bisa diambil pemerintah bersama pihak legislatif yang secara lebih sistematis, simultan dan komprehensif bisa memberikan perlindungan kepada anak Indonesia.

Ledia menguraikan beberapa peraturan perundangan terkait perlindungan anak misalnya belum memasukkan konteks pengasuhan dan ketahanan keluarga yang bisa menjadi pondasi penguatan modal sosial dan modal kesalehan kepribadian anak.

Kebijakan ramah anak juga belum menjadi bagian dari indikator pembangunan, sementara konsep kota/kabupaten layak anak masih menggunakan ukuran kuantitatif data.

Ia yakin kesadaran untuk menjadikan kebijakan ramah anak sebagai salah satu indikator pembangunan ini dapat meminimalisir pelanggaran hak anak, sementara penegakan hukum yang jelas dan tegas dapat meminimalisir terjadinya kekerasan atau kejahatan pada anak.

“Kalau berorientasi pada yang terbaik bagi anak, kita tak akan mentolerir lagi misalnya, lagu-lagu, iklan, sinetron, film, game, situs, aplikasi, bacaan, komunitas yang mengajarkan pelecehan pada teman, guru dan orangtua, atau yang mengajarkan mudahnya mengumbar amarah, hasad, hasut, iri dan dengki, apalagi yang sampai berisi nilai-nilai kekerasan, porno dan kebebasan yang melanggar norma masyarakat dan nilai agama.”

Pekerjaan besar ini, kata Ledia, harus benar-benar menjadi perhatian bersama pemerintah, anggota dewan dan masyarakat untuk mewujudkannya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR: Sangat Relevan TNI Terlibat Berantas Terorisme


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler