jpnn.com, JAKARTA - Bea Cukai menjadi salah satu lembaga pemerintah yang namanya kerap dicatut dalam modus penipuan.
Hal ini berkaitan dengan tugas dan fungsi instansi tersebut dalam pengawasan impor barang.
BACA JUGA: Gandeng Satpol PP, Bea Cukai Bekasi Sosialisasikan Ketentuan Cukai di Bojongmangu
Penipuan mengatasnamakan Bea Cukai pertama kali diidentifikasi trennya oleh contact center Bravo Bea Cukai pada 2018 lalu.
Pada Juni 2023, terdapat 284 laporan penipuan mengatasnamakan Bea Cukai.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Encep Dudi Ginanjar mengatakan angka tersebut diperoleh dari data pengaduan penipuan mengatasnamakan Bea Cukai dari seluruh saluran layanan informasi yang tersedia di contact center Bravo Bea Cukai, media sosial BeacukaiRI, dan kantor vertikal Bea Cukai.
BACA JUGA: Bea Cukai Punya Terobosan Baru untuk Gempur Rokok Ilegal, Silakan Disimak
"Dari laporan kasus penipuan tersebut, diketahui bahwa tidak seluruhnya merupakan kasus penipuan yang sudah menimbulkan kerugian material pada korbannya," kata Encep melalui keterangan yang diterima, Selasa (25/7).
Encep menyebutkan ada beberapa yang masih merupakan indikasi penipuan dan belum menimbulkan kerugian material.
"Atas fakta tersebut, kasus penipuan yang dilaporkan kami kategorikan menjadi dua, yaitu penipuan material, yang ditandai dengan sudah terjadinya kerugian material, dan penipuan nonmaterial yang ditandai dengan belum terjadinya kerugian material," terangnya.
Penipuan material yang terjadi pada Juni 2023 masih mendominasi dengan jumlah 151 laporan dan total kerugian yang dialami sebesar Rp 282.137.700 ditambah USD 100.
Meskipun jumlah penipuan non material lebih kecil (133 laporan), tetapi potensi kerugian yang berhasil digagalkan jauh lebih besar dari kerugian, yaitu sebesar Rp 347.570.000 ditambah USD 350.
Encep juga mengungkapkan beragam modus pun menghiasi tindak penipuan ini.
"Modus yang biasa digunakan dan angkanya masih tinggi di bulan Juni lalu ialah online shop fiktif dengan 1.136 laporan. Penipuan ini menyasar pembeli barang secara daring, baik pembelian dari luar negeri maupun dalam negeri," bebernya.
Pelaku dengan modus ini akan mengaku sebagai petugas Bea Cukai dan menghubungi penerima barang untuk meminta transfer sejumlah uang.
"Ancaman dan gertakan, seperti barang akan ditahan Bea Cukai atau hukuman penjara, kerap digunakan dalam modus ini untuk menyudutkan korbannya," ungkapnya.
Modus lainnya ialah romansa dan diplomatik yang juga melibatkan pengiriman barang.
Ada pula penipuan modus pencucian uang dengan dalih pembawaan uang tunai atau pengiriman hadiah uang tunai dalam jumlah besar, tetapi orang atau barang yang dikirim ditahan petugas Bea Cukai.
Selain itu, ada juga penipuan modus lelang palsu dengan barang sitaan bea cukai yang dijual dengan harga miring.
"Terbaru, kami menemukan modus penipuan dalam pengisian electronic customs declaration (e-CD), yang merupakan bentuk digital pemberitahuan pabean untuk penumpang dan awak sarana pengangkut yang datang dari luar negeri," kata Encep.
Sebenarnya, kata Encep, pengisian e-CD ini tidak dipungut biaya dan hanya dilakukan melalui tautan ecd.beacukai.go.id.
Namun saat ini, marak beredar website e-CD palsu di kalangan WNI di luar negeri.
"Kami harap masyarakat tidak mudah terpengaruh dan selalu mengonfirmasi indikasi penipuan mengatasnamakan Bea Cukai ke saluran resmi, seperti Bravo Bea Cukai 1500225 atau akun-akun media sosial Bea Cukai," pesan Encep. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi