jpnn.com - KOMPOSISI pemanfaatan hutan selama beberapa waktu lalu masih mengalami ketimpangan, antara usaha besar dan kecil. Komposisinya adalah 97 persen untuk usaha besar dan 3 persen untuk usaha kecil.
Pemerintah saat ini melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melakukan perspektif baru menyongsong kemajuan industri pengolahan kayu Indonesia.
BACA JUGA: Ini Target Ambisius PAN di Pemilu 2019
Konsepnya ialah pengembangan bisnis-bisnis kayu rakyat yang dibina, misalnya dalam bentuk koperasi dengan manajemen korporat.
''Tentu dalam rantai bisnis akan mengait kepada HTI baik yang sudah ada ataupun yang baru misalnya dalam bentuk off-taker atau dalam bentuk pembinaan lainnya,'' ungkap Menteri LHK, Siti Nurbaya.
BACA JUGA: Peserta Aksi Damai 1512 Bakal Bertahan di DPR
Dengan demikian selain diperoleh keadilan fasilitasi bagi pelaku HTR serta keadilan keamanan dan kenyamanan bisnis bagi pelaku HTI, dengan demikian akan kita dapatkan konfigurasi bisnis yang lebih ideal dan dapat membawa kemajuan.
''Saya minta kerjasama yang baik untuk langkah-langkah itu bagi kebaikan semua dan untuk mencapai cita-cita keadilan yang dimaksud Bapak Presiden,'' kata Menteri Siti.
Untuk membangun akses masyarakat kepada sumber daya hutan, sesuai peraturan Menteri akan melibatkan dunia usaha dimana terdapat kewajiban pada setiap perijinan pinjam pakai atau pemanfaatan kawasan maka dikembangkan program kemitraan masyarakat pada seluas 20 persen area.
BACA JUGA: 450 Ribu Anggota Polri Bakal Dapat Rumah
Dalam kaitan ini, maka ditempuh langkah-langkah lebih lanjut untuk percepatan penyelesaian regulasi, identifikasi areal, identifikasi konflik (untuk bisa menjadikan instrumen ini sebagai solusi konflik juga), pengembangan format tanaman seperti tanaman kehidupan (yang telah dialokasikan hanya terealisasi 9 persen saja dari tanaman unggulan).
Tanaman unggulan (lokal) diminati oleh masyarakat dan tanaman kehidupan bisa dialokasi untuk kebutuhan 20 persen tersebut. Menurut Permenhut P.35 ada 235 jenis yang bisa dimasukan ke wilayah kayu dan non kayu.
Selain itu dilakukan penerapan agroforestry dan tumpangsari dalam HTI yang mengharuskan ada pelibatan masyarakat. Dalam kaitan dengan kawasan yang dipergunakan untuk pemegang izin menjadi HTI energi harus terkait dengan ESDM dan sedang dikembangkan aturan-aturan bersama Kementerian ESDM.
Dukungan untuk energi dilakukan dengan kebijakan pembangunan HTI untuk Kedaulatan Pangan dan Kedaulatan Energi Terbarukan.
Untuk itu, sudah ada Peraturan Menteri LHK tentang Kebijakan pembangunan HTI untuk Dukungan Progam Pangan.
Dan sedang terus dikembangkan langkah-langkah untuk energi terbarukan. Salah satu uji coba yang akan dikembangkan nanti dalam HTR juga berupa HTR energi bio-mass dengan Caliandra.
Pengembangan lain dalam konfigurasi baru bisnis kehutanan terutama pada areal tidak produktif, adalah Restorasi Ekosistem (RE). Menteri Siti memahami bahwa RE lebih bersifat voluntary terutama pada awalnya antara 10 sd 15 tahun untuk bisnis yang panjang hingga mencapai 80 tahun atau lebih.
Karena sifatnya yang berupa restorasi, maka pada tahap awal di 10 tahun pertama upaya-upaya yang dilakukan tentu lebih pada langkah-langkah untuk mengembalikan landscape kepada ecology aslinya.
Seperti kita pahami bahwa RE ini juga dapat berlangsung tidak hanya di kawasan hutan produksi tetapi juga pada kawasan konservasi. Tentu saja ini bukanlah quick yielding.
''Kita harus sudahi pola-pola kerja quick yielding yang merefleksikan rasa ketidakadilan dimasyarakat. Pemerintah sudah melihat seluruhnya dan terus mengembangkan upaya-upaya perbaikannya dengan prinsip-prinsip, selamatkan ekosistem, dukungan kesejahteraan rakyat, kurangi kemiskinan, serap tenaga kerja dan untuk berpenghasilan serta atasi kesenjangan, ketimpangan di masyarakat,'' jelasnya.
(rls141)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri LHK: Hutan Untuk Rakyat, Tidak Hanya Korporasi
Redaktur : Tim Redaksi