jpnn.com - JAKARTA - Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati (SMI) membentuk Tim Reformasi Perpajakan yang disebut-sebut akan menjadi cikal bakap Badan Penerimaan Pajak (BPP) justru mendapat komentar miring dari pengamat ekonomi dan kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy. Pengamat yang dikenal kritis itu mengaku pesimistis bahwa BPP akan terwujud pada saat kepemimpinan Sri di Kemenkeu.
Menurut Noorsy, ada dua hal yang akan menghambat pembentukan BPP. Pertama adalah dari pihak Kemenkeu sendiri.
BACA JUGA: Natal dan Tahun Baru, AP II Persiapkan 1.496 Extra Flight
Noorsy mengatakan, pembentukan BPP akan menghilangkan kendali Kemenkeu terhadap perpajakan. Sebab, BPP tidak lagi di bawah Kemenkeu, tapi langsung bertanggung jawab kepada presiden.
“Itu artinya antara BPP dan Kemenkeu itu setara. Dan status kepala BPP dengan Menkeu hanya dalam rangka koordinasi. Nah itu artinya mengurangi kekuasaan Menkeu terhadap penerimaan negara,” ujar Noorsy, Rabu (21/12).
BACA JUGA: Transformasi PTPN III Butuh Dana Rp 6 Triliun
Sedangkan hambatan kedua ada dari pihak eksternal atau asing. Noorsy mengaku sudah pernah melontarkan gagasan tentang pembentukan BPP saat masih menjadi anggota DPR periode 1997-1999.
Isu itu juga bergulir hingga 2004. Namun, katanya, ide pembentukan BPP kandas.
BACA JUGA: Percepat Akselerasi Ekspor-Impor, BP Batam Bangun Dermaga Curah di Kabil
“Isu itu kandas karena pihak asing tidak menghendaki. Kenapa, karena jika itu terjadi, maka asing dalam melakukan pendiktean kepada Indonesia akan butuh lagi banyak tenaga, butuh lagi banyak waktu,” katanya.
Bagaimana dengan alasan Sri Mulyani yang berdalih masih mencari format yang paling pas soal BPP? “Itu alasan yang sudah lama dicari-cari,” ujar Noorsy.
Pria yang pernah mencuatkan skandal cessie Bank Bali itu menegaskan, reformasi perpajakan takkan bermakna bila pembentukan BPP tak direalisasikan. Sebab, akan ada konflik kepentingan antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Direktorat Jenderal Anggaran.
Bila BPP didirikan, Noorsy pun optimistis permasalahan yang dihadapi negara dalam mengumpulkan pendapatan pajak akan terselesaikan. "Tak ada reformasi perpajakan jika tidak mewujudkan BPP. Kebutuhan menjadikan BPP semakin terasa saat APBN shortage (kekurangan, red) di penerimaan seperti saat ini," ulasnya.(ysa/rmo/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lintas Merak-Bakauheni Mencapai 870 Ribu, Penumpang Diimbau tak Perlu Khawatir
Redaktur : Tim Redaksi