Keyakinan itu disampaikan Koordinator Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Kadafi. Alasan Uchok berdasarkan materi laporan yang tidak main-main, karena dilengkapi dengan bukti-bukti seperti kwitansi penyerahan uang, bukti surat pernyataan kepala sekolah, dan pengakuan yang direkam secara audio visual, serta bukti-bukti lainnya.
"Nah, laporan dari LSM yang seperti itu yang mantab. Karena selama ini kami lihat laporan LSM itu asal-asalan tidak disertai bukti. Kalau yang ini mantab. KPK pasti akan segera menggarap laporan yang seperti itu," ujar Uchok Sky Khadafi kepada JPNN di Jakarta, kemarin (16/12).
Ketua LSM Macan Habonaron Jansen Napitu pernah menjelaskan, kasus yang dilaporkan ke KPK antara lain pengelolahan Dana Bansos, Dana BOS, DAK, baju batik, insentif guru, dan dana bagi hasil yang dinilai tidak mengacu kepada peraturan perundang-undangan.
Untuk dugaan korupsi rehab ruang kelas dan perpustakaan sekolah dasar nilainya mencapai Rp50,2 miliar. "Kalau ditotal seluruhnya mencapai Rp67 miliar," ujar Jansen usai melapor ke KPK, Kamis (13/12) pekan lalu.
Kasus dugaan korupsi yang diduga dilakukan JR Saragih yang dilaporkan ke KPK cukup banyak. Mana yang kiranya bisa digarap dulu oleh KPK? Uchok menjawab, kasus yang bisa langsung ditangani adalah yang sudah ada dua alat buktinya. Yakni, yang sudah ada bukti kwitansinya dan pengakuan yang sudah direkam.
"KPK bisa langsung panggil orang yang ada di rekaman itu untuk melakukan pendalaman. Ini mempermudah KPK karena bukti dan saksi sudah mantap," ujar Uchok memuji laporan Macan Habonaron.
Uchok juga menyoroti praktek bagi-bagi fee proyek, seperti dilaporkan LSM Macan Habonaron, terkait rehab 495 ruang kelas di 168 SD dengan pagu anggaran Bansos Tahun 2012 berjumlah Rp31.391.243.000. Kemudian sebanyak 665 ruang kelas di 244 SD direhab dengan pagu anggaran DAK Tahun 2011 berjumlah Rp46.217.500.000.
Jansen, berdasar pengakuan kepala sekolah, menyebutkan, orang dekat bupati (pihak rekanan) mengatakan sebanyak lima belas persen dari anggaran rehab adalah jatah bupati. Kemudian 7,5 persen untuk anggota DPRD dan Kejaksaan Negeri Simalungun, serta tiga persen untuk kepala UPTD Kecamatan. Sedangkan para kepala sekolah dijanjikan menerima sepuluh persen.
Uchok menilai, aksi nekad bagi-bagi jatah fee proyek di era kerasnya gerakan antikorupsi seperti saat ini, menunjukkan bahwa para pejabat di Simalungun menganggap masyarakat bodoh. "Mereka juga menganggap bagi-bagi jatah sebagai hak mereka, padahal itu perampokan uang rakyat. Mereka belum juga sadar bahwa di era seperti sekarang ini, tingkah polah dan kelakuan pejabat selalu diawasi masyarakat," ujar Uchok.
Bahkan, lanjut dia, pihak yang melaporkan kasus ini ke KPK, pasti dianggap iri saja karena tidak mendapat jatah fee proyek. "Padahal mereka lapor ke KPK karena kesadaran untuk menyelamatkan uang rakyat. Elemen masyarakat yang peduli pemberantasan korupsi ini yang harus kita beri dukungan penuh," cetus Uchok.
Sebelumnya diberitakan, salah seorang petugas Divisi Pengaduan Masyarakat KPK, Sugeng Basuki di Jakarta, Jumat (14/12), menyatakan KPK sangat menyambut baik setiap laporan dugaan korupsi, karena LSM dan masyarakat merupakan garda terdepan bagi pemberantasan korupsi. Sehingga dibutuhkan peran aktif untuk mau melaporkan setiap dugaan maupun temuan yang diperoleh.
Karena itu, KPK menurutnya pasti akan memelajari dan segera menindaklanjuti semua berkas pengaduan yang dilaporkan. Apalagi dalam pengaduan yang diajukan LSM Macan Habonaron cukup lengkap dengan melampirkan berbagai dugaan berupa catatan tertulis maupun audio. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Masih Pelajari Cara Memiskinkan Koruptor
Redaktur : Tim Redaksi