jpnn.com - JAKARTA – Beberepa hari terakhir ini sejumlah anggota DPRD Sumut dan pejabat Pemprov Sumut sibuk menghadapi proses hukum, baik yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun kejaksaan agung.
Sementara, jelang akhir 2015 ini, harus sudah mulai dilakukan pembahasan raperda APBD 2016. Ada dua kemungkinan yang bakal terjadi, yakni pembahasan RAPBD 2016 akan mulus karena para anggota dewan tidak berani lagi melakukan praktik transaksional. Kedua, tetap saja pola-pola transaksional akan terulang.
BACA JUGA: Kisah Suami yang Disuruh Istri Layani Si Bos yang Hot Mom..
Pengamat pengelolaan anggaran pemerintah, Roy Salam, memprediksi, kemungkinan yang kedua yang berpeluang besar tetap terjadi.
“Karena pemprov dan DPRD Sumut sudah telanjur tercemar. Sulit berharap postur APBD 2016 nantinya diarahkan untuk kepentingan pembangunan, untuk kepentingan rakyat. Sangat sulit berharap kepada mereka menghilangkan praktik-praktik transaksional,” ujar Roy Salam kepada JPNN kemarin (19/11).
BACA JUGA: Ngeri! Suami Tikam Istri Sampai Mati, Lalu Berpelukan di Depan Bayi
Roy mengaku selama ini mengamati proses pembahasan RAPBD Sumut, setiap tahunnya. Pola yang dipakai anggota dewan antara lain mengulur-ulur jadwal rapat dengan alasan yang tidak logis.
“Tiba-tiba membatalkan rencana rapat dengan alasan misalnya melakukan konsultasi dulu ke kemendagri. Padahal aturan mengenai mekanisme penyusunan RAPBD itu sudah detil. Aturannya sudah jelas tapi oleh anggota dewan dibuat seolah-olah tidak jelas,” ujar Roy.
BACA JUGA: Ya Ampun! Oknum Brimob Tembak Pelatih dan Atlet Tinju
Pola kedua, ketika dewan menemukan rencana program bermasalah dari sisi perencanaan dan aturan, justru dijadikan alat bargaining untuk menekan pemprov, menawarkan transaksional.
Bagaimana agar hal itu tidak terjadi? Aktivis dari Indonesia Budget Center (IBC) itu mengatakan, diperlukan kontrol dan pengawasan yang ketat dari publik. Elemen-elemen masyarakat harus berani menekan pemprov dan dewan agar transparan soal dokumen-dokumen RAPBD, termasuk rangkaian jadwal pembahasan di dewan.
“Dokumen perencanaan yang memuat program dan anggaran masing-masing SKPD harus terbuka sehingga masyarakat bisa tahu apa saja yang akan dilakukan tahun depan. Publik harus tahu postur APBD sampai dengan rincian program dan kegiatan. Jika dokumen tidak transparan, itu indikasi ada transaksional,” saran Roy.
Selain pengawasan dari masyarakat, lanjutnya, evaluasi oleh kemendagri terhadap Raperda APBD 2016 juga menjadi sangat penting. Kemendagri harus berani mencoret alokasi anggaran yang berpotensi dikorupsi. Misalnya, porsi bansos yang tidak wajar, kemendagri harus berani langsung mencoretnya.
“Saat melakukan evaluasi, kemendagri jangan sampai memberikan ruang terjadinya transaksional. Selama ini evaluasi dari kemendagri tidak mendalam sehingga anggaran yang potensial dikorup tetap saja lolos,” pungkasnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pustu di Pelosok Segera Dialiri Listrik
Redaktur : Tim Redaksi