JAKARTA - Dialog pusat dengan pihak Aceh terkait polemik Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang bendera Aceh yang bentuknya sama persis dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM), segera memasuki tahapan krusial.
Setelah digelar dialog lanjutan 16 Mei 2013 di Makssar, dialog terakhir akan digelar dan dihadiri langsung Mendagri Gamawan Fauzi. Informasi yang didapat koran ini, kemungkinan dialog pamungkas ini digelar di Banda Aceh. Namun, ada peluang digelar di Bogor. Belum ada kepastian soal lokasi, termasuk tanggal digelarnya dialog.
Hanya saja, pengamat politik dan konflik dari Universitas Esa Unggul, Jakarta, Prof Erman Anom, meyakini dalam dialog akhir itu nantinya sikap pusat akan melunak.
Pria kelahiran Arun itu yakin, pusat nantinya akan merelakan bendera Aceh seperti diatur di qanun nomor 3 Tahun 2013 itu disahkan menjadi bendera Aceh.
"Saya yakin, pusat akan bilang, "ya sudah". Karena toh Aceh tetap mengakui bendera Merah Putih. Nanti di kantor-kantor di Aceh, bendera Merah Putih tetap berkibar, lebih tinggi, di samping ada bendera Aceh," ujar Erman Anom kepada JPNN di Jakarta, kemarin (20/5).
Begitu juga saat pengibaran di acara resmi, Merah Putih tetap diiringi lagi Indonesia Raya. Namun, disusul dengan pengibaran bendera Aceh yang diiringi dengan lagu daerah.
Pihak Aceh, apa pun yang terjadi, tidak akan mau mengubah gambar bendera. "Karena bagi rakyat Aceh, bendera itu sakral. Dulu bendera itu yang merancang Hasan Tiro, tidak akan ada yang berani mengubahnya. Jadi ini soal harga diri, soal kebanggaan," kata Erman.
Bagi pusat, lanjutnya, juga tidak akan dirugikan karena toh tetap diakui Merah Putih, dan Aceh tetap dalam bingkai NKRI. "Kan pusat inginnya menjaga keutuhan NKRI. Nah, dengan adanya bendera Aceh itu, NKRI tetap terjaga utuh kok," ujarnya.
Jika pusat mengakui bendera Aceh, bagaimana dampaknya bagi daerah lain? Bagaimana jika daerah-daerah lain juga minta hal yang sama?
Menurut Erman, sebenarnya yang diminta Aceh bukan sesuatu yang aneh. Ini, kata dia, sama dengan keunikan Provinsi DI Yogyakarta, yang dipimpin seorang Sultan. Yogyakarta juga punya bendera sendiri.
"Hanya memang Yogya tidak minta dikibarkan di samping Merah Putih. Kalau daerah-daerah lain minta juga, ya nggak apa-apa karena tetap di NKRI. Pusat tak perlu curiga kepada daerah," ujarnya.
Dikatakan, semua daerah memang ingin mengelola sendiri pemerintahannya. Juga ingin menonjolkan ciri khas dan kebanggaan lokal masing-masing. "Pusat cukup urus masalah pertahanan keamanan, soal moneter, hubungan negeri. Yang lain biar diurus daerah," kata Erman.
Selain soal bendera, Erman juga yakin bahwa pada dialog terakhir itu nantinya pusat juga akan menyepakati untuk segera merealisasikan poin-poin di MoU Helsinki 2005 dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. (sam/jpnn)
Setelah digelar dialog lanjutan 16 Mei 2013 di Makssar, dialog terakhir akan digelar dan dihadiri langsung Mendagri Gamawan Fauzi. Informasi yang didapat koran ini, kemungkinan dialog pamungkas ini digelar di Banda Aceh. Namun, ada peluang digelar di Bogor. Belum ada kepastian soal lokasi, termasuk tanggal digelarnya dialog.
Hanya saja, pengamat politik dan konflik dari Universitas Esa Unggul, Jakarta, Prof Erman Anom, meyakini dalam dialog akhir itu nantinya sikap pusat akan melunak.
Pria kelahiran Arun itu yakin, pusat nantinya akan merelakan bendera Aceh seperti diatur di qanun nomor 3 Tahun 2013 itu disahkan menjadi bendera Aceh.
"Saya yakin, pusat akan bilang, "ya sudah". Karena toh Aceh tetap mengakui bendera Merah Putih. Nanti di kantor-kantor di Aceh, bendera Merah Putih tetap berkibar, lebih tinggi, di samping ada bendera Aceh," ujar Erman Anom kepada JPNN di Jakarta, kemarin (20/5).
Begitu juga saat pengibaran di acara resmi, Merah Putih tetap diiringi lagi Indonesia Raya. Namun, disusul dengan pengibaran bendera Aceh yang diiringi dengan lagu daerah.
Pihak Aceh, apa pun yang terjadi, tidak akan mau mengubah gambar bendera. "Karena bagi rakyat Aceh, bendera itu sakral. Dulu bendera itu yang merancang Hasan Tiro, tidak akan ada yang berani mengubahnya. Jadi ini soal harga diri, soal kebanggaan," kata Erman.
Bagi pusat, lanjutnya, juga tidak akan dirugikan karena toh tetap diakui Merah Putih, dan Aceh tetap dalam bingkai NKRI. "Kan pusat inginnya menjaga keutuhan NKRI. Nah, dengan adanya bendera Aceh itu, NKRI tetap terjaga utuh kok," ujarnya.
Jika pusat mengakui bendera Aceh, bagaimana dampaknya bagi daerah lain? Bagaimana jika daerah-daerah lain juga minta hal yang sama?
Menurut Erman, sebenarnya yang diminta Aceh bukan sesuatu yang aneh. Ini, kata dia, sama dengan keunikan Provinsi DI Yogyakarta, yang dipimpin seorang Sultan. Yogyakarta juga punya bendera sendiri.
"Hanya memang Yogya tidak minta dikibarkan di samping Merah Putih. Kalau daerah-daerah lain minta juga, ya nggak apa-apa karena tetap di NKRI. Pusat tak perlu curiga kepada daerah," ujarnya.
Dikatakan, semua daerah memang ingin mengelola sendiri pemerintahannya. Juga ingin menonjolkan ciri khas dan kebanggaan lokal masing-masing. "Pusat cukup urus masalah pertahanan keamanan, soal moneter, hubungan negeri. Yang lain biar diurus daerah," kata Erman.
Selain soal bendera, Erman juga yakin bahwa pada dialog terakhir itu nantinya pusat juga akan menyepakati untuk segera merealisasikan poin-poin di MoU Helsinki 2005 dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 700 Direksi BUMN Mengajar
Redaktur : Tim Redaksi