jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi Anthony Budiawan mengaku tidak heran dengan langkah pemerintah yang batal menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium, dari Rp 6.300 menjadi Rp 7.000.
Pasalnya, kebijakan menaikkan premium sangat tidak populis di tahun politik. Efeknya juga bisa sangat fatal, merontokkan elektabilitas pasangan calon presiden petahana Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019.
BACA JUGA: Tidak Naikkan Harga BBM, Pertamina Tetap Bisa Raih Laba
"Kan (kenaikan premium) sudah dibatalkan. Karena itu BBM bersubsidi. Berbeda dengan pertamax yanh bukan jenis BBM subsidi," ujar Anthony di sela-sela diskusi yang digelar media center Prabowo-Sandi di Jakarta, Rabu (10/10).
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) ini juga meyakini pemerintah tak akan berani menaikkan premium hingga pemungutan suara, 17 April 2019 mendatang.
BACA JUGA: Terlalu Riskan Menaikkan Harga BBM
Karena premium sampai saat ini masih menjadi BBM yang paling banyak digunakan masyarakat. Bahkan masih menjadi standar untuk menaikkan harga sejumlah kebutuhan pokok, termasuk tarif transportasi.
"Melihat kondisi belakangan ini, seharusnya premium sudah naik. Namun karena tahun politik, saya memprediksi tak akan naik sampai 2019, biar nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mencapai Rp 16 ribu/USD," pungkas Anthony.(gir/jpnn)
BACA JUGA: Terlalu Riskan Menaikkan Harga BBM Subsidi
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga BBM tak Naik, Begini Penjelasannya
Redaktur & Reporter : Ken Girsang