jpnn.com - JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meyakini, pembatalan 3.143 peraturan daerah (Perda) bermasalah akan memberi manfaat bagi masyarakat secara luas. Karena selain mempermudah investasi, deregulasi yang diambil pemerintah pusat tersebut juga memperpendek birokrasi pelayanan publik dan masalah perizinan.
Menurut Tjahjo, selama ini banyak investor tidak tertarik menanamkan modal usaha di suatu daerah, karena sulitnya proses perizinan dan panjangnya jalur birokrasi yang harus dilalui.
BACA JUGA: Bang Adian Tepis Bantahan Ahok dan Jubir Jokowi
“Nah dengan dihapusnya perda-perda bermasalah, proses investasi akan lebih mudah masuk ke daerah,” ujar Tjahjo, Rabu (15/6).
Selain bermanfaat bagi masyarakat, pembatalan perda ini kata Tjahjo, juga sangat bermanfaat guna mendukung paket kebijakan pemerintah pusat yang telah diluncurkan.
BACA JUGA: Pengadilan Perintahkan KPK Kembalikan Arloji Nazaruddin
“Proses pembatalan perda sedang masuk tahap administrasi. Namun secara prinsip, semua peraturan tersebut sudah dibatalkan. Kemendagri juga akan terus menginventarisir aturan-aturan yang dinilai bermasalah," ujar Tjahjo.
Sementara itu, Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Sumarsono mengatakan, ke depan pihaknya juga akan lebih seksama mengkaji peraturan-peraturan daerah yang dinilai mengandung unsur diskriminatif dan intoleran.
BACA JUGA: Yakinlah, Tak Ada Jenderal Polri Bakal Aneh-Aneh soal Tito
“Nanti diambil sampel, setelah itu dilihat apakah ada yang berpotensi diskriminatif. Jika ditemukan, maka kami akan menegaskan kepada Karo Hukum untuk mengevaluasi aturan itu,” ujar Sumarsono.
Terpisah, Pakar hukum tata negara, Irmanputra Sidin mengatakan secara konstitusional peraturan daerah (Perda) adalah produk hukum langsung yang dihasilkan oleh rakyat atau legislative rule. Karena itu, menurut Irman, sebenarnya secara konstitusional Perda tidak bisa dibatalkan oleh produk hukum pemerintah seperti keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
“Tapi kebijakan hukum Indonesia yang dituangkan dalam UU Pemerintahan Daerah dilekatkan kewenangan salah satunya yang sifatnya represif seperti pembatalan Perda oleh Mendagri. Ini yang sudah saya ingatkan sejak 10 tahun lalu akan aturan yang represif tersebut dan sekarang terbukti, ribuan produk hukum Perda terancam dibatalkan," kata Irman di Jakarta, Rabu (15/6).
Hal ini, menurut Irman, karena pemikiran bahwa produk hukum di daerah tidak boleh lepas dari pemerintah pusat sehingga hal ini harus dikontrol oleh pusat. “Hal ini sekarang tentunya menjadi pertanyaan masyarakat terutama di daerah dan menimbulkan masalah, atas dasar apa pemerintah pusat bisa membatalkan Perda," tegasnya.
Secara prinsip, kata Irman, pembatalan yang dilakukan Mendagri masih bisa digugat ke Mahkamah Agung (MA). Sebab pada prinsipnya, secara aturan seperti Perda hanya bisa dibatalkan oleh kekuasaan kehakiman dengan judicial review di MA karena semua peraturan di bawah UU diputuskan di MA.
Menurutnya, Kemendagri seharusnya mengajukan pembatalan Perda ke MA jika bertentangan dengan UU. Tapi UU Pemda ini semangatnya Mendagri diberikan kewenangan dulu untuk membatalkan dan kalau pihak Pemda atau masyarakat daerah tidak setuju dengan keputusan Mendagri, maka keputusan itu bisa dibatalkan. Jadi dibalik yang mengajukan pihak daerah," pungkasnya.(gir/fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Simplifikasi RUU Penyelenggaraan Pemilu, Kerja Besar Ditjen Polpum
Redaktur : Tim Redaksi