jpnn.com, JAKARTA - Ketua Badan Pekerja Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Ahmad Yani menyayangkan terjadinya bentrok antara aparat keamanan dengan demonstran saat aksi tolak omnibus Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) pada 8 Oktober 2020.
"Dan kami memandang bahwa ada aktor-aktor di balik itu yang memang ingin merusak cita-cita ideal baik mahasiswa, buruh dan lain sebagainya, sehingga terjadi tindak kriminalisasi, perusakan," ucap Yani saat berbincang dengan jpnn.com, Minggu malam (11/10).
BACA JUGA: Respons Tokoh KAMI soal Aksi 1310 FPI, PA 212
KAMI menyayangkan karena perusakan dilakukan terhadap sarana dan prasarana publik, seperti halte bus Transjakarta di kawasan Bundaran HI dan fasilitas umum tempat lainnya.
"Karena itu KAMI meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas siapa dalang di balik ini," pinta mantan anggota Komisi III DPR itu.
BACA JUGA: Giliran FPI, PA 212, dan GNPF Gelar Aksi Tolak UU Cipta Kerja, Berapa Jumlah Massa yang Dikerahkan?
Yani bahkan menantang Menko Perekonomian Airlangga Hartarto membuka siapa orang yang dia maksud mendalangi kerusuhan pada aksi 8 Oktober.
"Tidak cukup bahwa Pak Menteri Airlangga mengatakan ada orang (yang mendalangi), ungkap dong. Jangan hanya membuat spekulasi dan membuat hoaks. Kalau tidak mengungkap itu, namanya membuat hoaks baru itu," tutur Yani.
BACA JUGA: Calon Suami Ayu Ting Ting Berstatus Duda, Umi Kalsum: Alhamdulillah, Idaman Banget
Dia menegaskan bahwa KAMI mengharapkan aksi-aksi yang dilakukan buruh, mahasiswa, pelajar dan berbagai elemen bangsa lainnya tidak diwarnai aksi melanggar hukum.
"Kami yakin kalau ada yang melakukan perusakan, tindakan kriminal, pasti ingin menyabotase aksi yang bersifat mulia itu," tegas Yani.
Dia menyebutkan aksi anarkistis tersebut sengaja dilakukan pihak tertentu untuk menggembosi gerakan buruh dan mahasiswa. Padahal, para penolak omnibus law RUU Ciptaker merupakan gerakan konstitusional dan moral.
"Kami menengarai ada pihak-pihak lain yang tentunya agak terganggu, kalau aksi atau gerakan demo yang bersifat moral ini berjalan terus. Maka gerakan ini harus disabotase sejak awal. Diaborsi. Dibikin prematur," tutur pria asal Palembang ini.
Akibatnya, kata dia, yang muncul dari aksi 8 Oktober bukan substansi gerakan moral dalam rangka menolak RUU Ciptaker, tetapi justru tindakan-tindakan kriminal, perusakan, dan tindakan anarkistis lainnya. Sehingga, citra aksi mulia itu dirusak.
"Dan itu saya kira masyarakat sudah paham. Apalagi ini kan beredar juga, bagaimana ada penyusup yang diketahui oleh TNI, videonya sudah beredar. Ada orang-orang yang identitasnya bukan mahasiswa, bukan pelajar, bukan buruh. Katanya bertato," tambah Yani.
Untuk itu KAMI meminta aparat mengusut tuntas dan mengungkap siapa dalang di balik kerusuhan dalam aksi tolak omnibus law RUU Ciptaker 8 Oktober 2020 tersebut.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam