Yayasan Imdad Mustadh'afin, Mengelola Sekolah Gratis Bermodal Barang Bekas

Terima Koran Bekas hingga Dapat Hibah Apartemen

Rabu, 21 Maret 2012 – 00:21 WIB
BRIEFING : Sulistiyo sedang menceramahi tim Yasmin yang bertugas menjemput barang bekas dari rumah masyarakat, Sabtu (17/3) lalu. Foto : Hilmi Setiawan/Jawa Pos

Yayasan Imdad Mustadh"afin (Yasmin) memberikan pendidikan gratis untuk ratusan siswa. Yang menarik, duit untuk mengelola sekolah itu berasal dari hasil berjualan barang bekas yang dihibahkan masyarakat.

HILMI SETIAWAN, Jakarta

SHOWROOM Barbeku (Barang Bekas Berkualitas) di Jalan Purnawarman Blok A Bukit Cirendeu, Pondok Cabe, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, dipenuhi bermacam barang. Ada tumpukan koran bekas, pakaian, lemari, sofa, perabot rumah tangga, perhiasan, barang-barang elektronik, hingga sepeda motor.
   
Di sebuah ruang di lantai 2, Sulistiyo sibuk memelototi nama-nama pihak yang menghibahkan barang bekas itu. Manajer program pendidikan Yasmin tersebut mengatakan, mereka menerima apa pun barang bekas yang dihibahkan masyarakat. Tidak peduli bagaimana kondisi barang-barang tersebut.
   
"Kami senang jika barang bekas yang dihibahkan masih layak. Kami ingin Presiden SBY ikut menghibahkan barang bekasnya," tutur Sulistiyo.
   
Barang bekas yang mereka terima sangat beragam. Bahkan, ada seseorang yang menghibahkan apartemen. Seizin penghibah, apartemen tersebut kemudian dijual untuk membangun markas Yasmin.
   
Sulistiyo menjelaskan, ada prosedur yang harus dilakukan saat menerima barang bekas. Yakni, harus ada pernyataan resmi dari penghibah bahwa barang yang diberikan adalah milik sendiri. Itu dilakukan untuk menegaskan bahwa Yasmin bukan penadah barang curian.
   
Nah, calon penghibah cukup menelepon, lalu petugas akan datang untuk mengambil barang. Suatu ketika, tim penjemput harus mengambil koran bekas di sebuah tempat yang lokasinya lumayan jauh. Biaya pengambilan ditaksir mencapai ratusan ribu rupiah. Eh, setelah koran bekas itu dijual, hasilnya tidak seberapa. Boleh dibilang mereka tekor.
   
"Tapi, kami tetap berkomitmen, apa pun barang bekas yang dihibahkan, kami akan ambil. Kami pegang niat baik para penghibah itu," ujar Sulistiyo.
   
Pria yang menjadi trainer guru tersebut mengatakan, duit yang didapat dari menjual barang bekas itu diputar sedemikian rupa untuk mewujudkan pendidikan gratis bagi warga miskin. Saat ini Yasmin memiliki empat TK dan dua SMP. Selain itu, ada SMK dan SMA.

"Semuanya gratis. Tapi, kami khusus menerima siswa dari keluarga miskin," terang dia.
   
Untuk tingkat SMP, SMA, dan SMK, setiap rombongan belajar terdiri atas 30 siswa. Totalnya sekitar 200 siswa. Nah, unit cost setiap siswa sekitar Rp 300 ribu per bulan. Artinya, biaya pendidikan sehingga siswa benar-benar bersekolah gratis Rp 60 juta per bulan. Unit cost meliputi biaya buku, gaji guru, alat peraga laboratorium, dan sejenisnya. Siswa juga mendapat layanan kesehatan gratis.
   
Pria kelahiran Lampung, 7 Januari 1979, tersebut mengatakan, meskipun menganut pendidikan gratis, tidak berarti urusan kualitas dinomorduakan. Dia menjamin bahwa kualitas pendidikan di seluruh lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Yasmin tidak mengecewakan.
   
Sebut saja SMK Informatika Utama (Unggul tanpa Memungut Biaya) di kompleks PLN Gandul, Cinere, Depok, Jawa Barat. Sulistiyo mengatakan, guru-guru di sekolah itu mendapat training rutin.
   
Menerima siswa miskin dengan segala kemampuan intelektualitas mereka memang berisiko. Risiko yang paling besar terkait dengan urusan pembelajaran di kelas. Justru itulah tantangannya. Sulistiyo menuturkan, ada siswa tingkat SMP yang belum hafal perkalian.

"Ditanya 3 x 1, cepat menjawabnya. Tetapi, setelah dibalik 1 x 3, bingung," terang dia. Siswa-siswa seperti itu perlu pendekatan khusus. Juga, harus diajar guru-guru khusus.
   
Yayasan yang didirikan Haidar Bagir, Rahmad Riyadi, Zaim Saidi, dan Penerbit Mizan pada 1998 itu sangat berhati-hati dalam merekrut calon siswa dari keluarga miskin. Mereka harus memastikan bahwa siswa yang akan diterima benar-benar berasal dari keluarga miskin. Karena itu, ada tim survei khusus. Awalnya, para surveyor itu sering dikelabui orang mampu yang menyaru miskin.
   
Ada beberapa pertimbangan untuk menetapkan kadar kemiskinan keluarga calon siswa. Antara lain, pendapatan orang tua, tanggungan jumlah keluarga, dan usia kepala keluarga. Dalam perkembangannya, mereka juga bekerja sama dengan sejumlah remaja masjid (remas) untuk mengidentifikasi masyarakat miskin.
   
Kondisi rumah calon siswa sering menipu. Petugas survei pernah menjumpai masyarakat yang ngontrak di rumah petak kecil. Setelah ditelusuri, ternyata penghasilan keluarga itu besar.

Sebaliknya, ada masyarakat dengan rumah besar, tetapi ternyata rumah itu warisan, kepala keluarganya sudah manula, serta tanggungannya enam orang. Karena itu, anak keluarga tersebut diterima belajar gratis di Yasmin.
   
Sulistiyo mengatakan, menggerakkan pendidikan gratis untuk siswa miskin tidak akan sia-sia. Pendidikan bisa menjadi senjata bagi mereka untuk keluar dari kemiskinan. "Syukur-syukur dengan pendidikan berkualitas, mereka bisa berubah dari kaum mustahik menjadi muzaki (dari berhak menerima zakat menjadi wajib berzakat, Red)," papar dia.
   
Sebagian besar lulusan sekolah yang dikelola Yasmin sudah bekerja dan berkuliah. Sementara itu, siswa yang lulus dari SMP rata-rata melanjutkan pendidikan ke SMK atau SMA yang dikelola Yasmin. (*/c11/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Teh Rini, Setelah Aa Gym Kembali Menikahi Teh Ninih


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler