Yayasan Trisakti Pertanyakan Doktor HC Taufiq Kiemas

Rabu, 13 Maret 2013 – 20:45 WIB
JAKARTA - Gelar Doktor Honoris Causa yang diterima Ketua MPR, Taufiq Kiemas dari Universitas Trisakti, Minggu (10/3) lalu, dipertanyakan keabsahannya oleh pendiri Yayasan Trisakti. Pasalnya, pemberian gelar tersebut, dinilai tidak sah karena diberikan oleh pihak yang secara hukum tidak berhak menguasai lembaga pendidikan tinggi tersebut.

Sebagaimana diketahui, Mahkamah Agung (MA) memutuskan, statuta dan badan hukum, termasuk pengangkatan Thoby Mutis sebagai rektor, dianggap tidak sah sebagaimana yang tertuang dalam putusan Nomor 410 K/PDT/ 2004 tertanggal 25 April 2005 lalu.

“Thoby yang secara hukum tidak sah, tetapi melantik dan memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada Ketua MPR. Jadi ada seolah-olah pembenaran seorang pembajak memberikan gelar kepada orang yang terhormat,” kata salah seorang pendiri Yayasan Trisakti, Harry Tjan Silalahi, kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (13/3).

Padahal, lanjutnya, masyarakat sudah mengetahui putusan MA, termasuk Taufiq Kiemas yang menerima gelar. Sehingga, kata Harry, pemberian gelar tersebut, dapat dikatakan sebagai transaksi ilegal.

“Ini artinya seperti penadah. Kalau bilang tidak tahu, itu tidak mungkin. Karena, semua sudah tahu termasuk Pak TK. Lebih menyedikan lagi, dalam transaksi ilegal ini, dihadiri oleh presiden dan wakil presiden, serta sejumlah menteri dan mantan presiden dan pejabat negara lainnya,” ujar Harry.

Ironisnya menurut Harry, transaksi ilegal itu, disaksikan petinggi-petinggi hukum dan diberikan di gedung Dewan Perwakilan Rakyat yang notabene sebagai simbol sumber penciptaan hukum.

“Oleh karena itu, saya selaku satu-satunya kelompok pendiri yang masih hidup, berharap eksekusi bisa segera dijalankan dan menata kembali uang yang terhambur-hamburkan begitu saja,” harap Harry.

Harry yang kini menjadi pembina Yayasan Trisakti ini, berharap Taufiq Kiemas segera mengembalikan gelar tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap putusan MA yang memenangkan Yayasan Trisakti.

“Rektor Thoby seharusnya sudah tak menjabat rektor terhitung 28 September 2010. Saat itu, MA telah memutuskan memenangkan gugatan yayasan atas rektorat. Namun, setelah dua kali pengadilan melakukan eksekusi, rektor tetap tak mau mundur. Sikap rektor ini, justru merugikan mahasiswa secara keseluruhan,” ujarnya.

Harry mengatakan, setidaknya sudah ada 30 ribu lembar ijazah yang telah diterbitkan rektor pascaputusan MA. Artinya, kata dia, semua ijazah yang keluar itu, dipastikan ‘aspal’ alias asli tapi palsu.

"Saya khawatir, ijazah itu diperkarakan perusahaan-perusahaan yang menjadi tujuan mahasiswa Trisakti bekerja. Akibatnya, mereka akan dianggap tak memiliki ijazah,” katanya.

Meski demikian, menurut Harry, Yayasan Trisakti tidak akan mempersoalkan status ijazah puluhan ribu mahasiswa itu. Pihaknya akan membantu mahasiswa jika mereka mendapat kesulitan dalam mencari pekerjaan karena status ijazahnya. Yang menjadi persoalan disini, adalah pihak pengelolanya yang tak sah. Sedangkan universitasnya asal mahasiswa itu, adalah sah.

Harry menambahkan, berlarut-larutnya eksekusi oleh pengadilan, juga dikarenakan Yayasan Trisakti tidak ingin mengorbankan mahasiwa yang sedang belajar di sana. “Saya tak mau persoalan ini mengganggu proses belajar mereka. Biarlah hukum yang menyelesaikan persoalan ini. Ke depannya, saya berharap aparat hukum segera melakukan eksekusi, agar Universitas Trisaksi bisa ditata kembali. Apalagi Trisakti memiliki lima lembaga pendidikan lain yang menaungi ratusan ribu mahasiswa,” ujarnya.

Seperti diketahui, perseteruan antara Senat Universitas Trisakti, Forum Komunikasi Karyawan Universitas Trisakti dengan Yayasan Trisakti, telah berlangsung selama 10 tahun lamanya. Sengketa dimulai pertengahan 2002 saat pemilihan rektor baru.

Saat itu, Thoby mengubah statuta universitas yang memangkas wewenang Yayasan dalam pemilihan rektor. Namun, Yayasan yang tidak mengakui, lalu menggugatnya, tapi kandas di pengadilan tingkat pertama.

Pada Desember 2003, Pengadilan Tinggi Jakarta mengabulkan sebagian gugatan Yayasan Trisakti. Tidak terima, lantas Thoby Mutis mengajukan kasasi. Namun dalam putusan yang dibuat awal 2011 lalu, majelis kasasi menilai Yayasan Trisakti-lah sebagai pihak sah untuk mengelola universitas. Tidak terima putusan itu, Thoby lalu melakukan upaya hukum luar biasa dan terakhir yaitu PK. Namun usaha Thoby itu ditolak MA. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Calon Tersangka Kasus Century Masih Perlu Perawatan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler