jpnn.com - PALANGKA RAYA – Siapa pun tak akan tega melihat kondisi Rakawindra Dwi Putra. Kondisi bocah yang lahir 24 November 2015 itu memang sangat memprihatinkan.
Di atergolek lemas di ayunan tempat pembaringannya. Bobot badannya dari hari ke hari kian menyusut dan warna kulitnya cenderung berwarna kekuning-kuningan. Perutnya terlihat makin membesar dari ukuran normal.
BACA JUGA: Woles Bray! Bosan di RS, 2 Pasien Kabur ke Mal
Lengan dan pergelangan tangan anak padangan Ady Zailani dan Yuliana Ika Susanti itu pun terlihat tambah mungil. Reporter Kalteng Pos Endrawati wartawan Kalteng Pos sempat menemui Ady dan Yuliana.
Keduanya mengaku hanya bisa pasrah dan tawakal melihat kondisi anak keduanya tersebut. Pengobatan demi pengobatan sudah dijalani dengan harapan agar buah hati mereka bisa sembuh.
BACA JUGA: Fadli Zon: Jangan Sampai Jadi Permainan
Menurut dokter yang menangani, buah hati mereka menderita Atresia Bilier. Dari informasi medis yang didapat, atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam maupun di luar hati pada tubuh manusia.
Tetapi penyebab terjadinya gangguan saluran empedu itu tidak diketahui. Saat ini, mereka menumpang tempat tinggal di rumah saudaranya di Jalan Rajawali VI Blok 2 No 5 Palangka Raya. Mereka juga sudah tidak bekerja. Untuk sehari-hari mereka hanya mengandalkan keluarga dekat.
BACA JUGA: Kok Umur Di Atas 35 Tahun Masih Bisa Ikut Tes CPNS?
“Saat ini kami hanya bisa mengandalkan BPJS kesehatan. Namun tidak semua obat atau vitamin ditanggung. Apabila obat di RS tidak ada terpaksa kami harus mencarinya di luar. Untuk vitamin saja harus menebusnya dengan biaya Rp 1,5 juta,” kata Santi, Selasa (19/7).
Santi menceritakan, anaknya terlihat menderita gejala sakit ini ketika menginjak usia tiga bulan. Dia baru saja berobat ke Banjarmasin. Menurut dokter yang ada di sana, Rakawindra harus segera dirujuk ke RS yang bisa melaksanakan transplantasi hati.
Di Indonesia RS yang bisa melakukan tindakan medis ini hanya ada di empat kota. Yakni Jakarta, Surabaya, Semarang dan Jogjakarta.
“Waktu rujukan hanya berlaku satu bulan. Biaya pengobatan ditaksir sekitar Rp 900 juta hingga Rp 1 miliar. Sedangkan BPJS hanya menanggung biaya sebesar Rp 250 juta,” keluh Santi. (kaltengpos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polda Riau Dituding Tak Profesional
Redaktur : Tim Redaksi