Yulie Setyohadi, Fashionista Pengelola Lifestyle Management

Member dari Kalangan Jetset yang Berjiwa Sosial

Minggu, 22 April 2012 – 17:01 WIB
BERKELAS: Yulie Setyohadi di galerinya. Dia termasuk perempuan langka yang berkarir di bidang lifestyle. Foto : Agus Wahyudi/Jawa Pos

Menghadirkan kalangan jetset dalam pesta terbatas ternyata tidak mudah. Tapi, bagi Yulie Setyohadi, itu pekerjaan sehari-hari. Lewat perusahaan jasa hosting Haute Lister Management, dia menjamin kliennya puas.
 
  SEKARING RATRI A., Jakarta
 
"SAYA keberatan kalau disebut sosialita. Saya lebih suka disebut fashionista," kata Yulie Setyohadi, salah seorang founder Haute Lister Lifestyle Management.
 
Menurut Yulie, dirinya lebih dari sekadar sosialita. Sosialita hanya terbatas kepada segmen tertentu. Sedangkan fashionista merupakan orang yang suka berkecimpung di dunia fashion, art, dan lifestyle.

Sebutan fashionista memang pas disematkan kepada Yulie. Meski usianya sudah kepala empat, perempuan berambut pendek itu selalu tampil modis dan fashionable. Tentunya barang-barang yang dikenakan Yulie merupakan barang branded alias bermerek. Namun, ketika ditanya apa merek favoritnya, Yulie menolak menjawab.

"Banyak. Saya nggak bisa sebut satu per satu. Aku juga penggemar berat desainer-desainer terkenal Indonesia lho," jelasnya ketika ditemui di galeri miliknya, Yulindra Gallery, Jumat (20/4) lalu.

Sebagai seorang fashionista, Yulie kerap diundang ke berbagai pesta untuk kalangan terbatas alias berduit. Di kalangan tersebut, perempuan kelahiran 25 Juli itu dikenal sebagai pelukis cat air dan desainer porcelain painting. Dari pergaulannya di kalangan tersebut, Yulie melihat peluang bisnis.
 
Beberapa tahun terakhir merek-merek premium menyerbu Indonesia. Seiring dengan serbuan brand-brand internasional tersebut makin banyak produsen yang menginginkan kehadiran kaum sosialita dan fashionista untuk menyosialisasikan produk mereka yang memang bukan produk masal.
 
"Banyak permintaan dari brand-brand internasional untuk menghadirkan kalangan kita. Lalu, saya terpikir aja, kalau banyak permintaan, mengapa nggak diorganisasi dengan baik," ungkapnya.
 
Keinginan Yulie untuk mendirikan Haute Lister juga terinspirasi dari kiprah Kris Jenner yang tidak lain adalah ibunda sosialita sekaligus artis Kim Kardashian. Yulie terkesan dengan kesuksesan Kris menjadi manajer dalam sebuah reality show bertajuk Keeping Up with the Kardashian. Meski suguhan tayangan tersebut biasa saja, ternyata banyak yang penasaran dengan gaya hidup kalangan sosialita. "Agak terinspirasi dari dia juga," ujar dia.
 
Dari situ Yulie pun bertukar ide dengan dua teman dekatnya, Veruscha Nadja dan Teddy Hamzah. Veruscha merupakan pemilik butik busana mewah The Upper East di Mall Grand Indonesia. Sedangkan Teddy adalah pengusaha batu bara dan pemilik sebuah toko bunga.

Mereka bertiga akhirnya bersepakat membikin sebuah lifestyle management yang diberi nama Haute Lister, hampir setahun lalu. "Kalau diartikan, intinya barisan terdepan," katanya.

Ibu tiga anak itu menuturkan, Haute Lister memang menawarkan jasa yang berbeda. Yulie menolak tegas manajemennya disamakan dengan sebuah event organizer. Jasa yang ditawarkan Haute Lister adalah jasa hosting atau menjadi tuan rumah untuk sebuah pesta atau acara sekaligus menghadirkan crowd atau para undangan yang berasal dari kalangan terbatas. Sebagian besar undangan tersebut adalah anggota Haute Lister.

"Bisa dibilang bisnis kami ini host for cause. Jadi yang kami sediakan hosting dan crowd-nya," tegasnya.

Tentu saja tidak semua orang bisa dengan mudah menjadi member Haute Lister. Yulie mengakui, para anggota manajemennya harus memiliki reputasi, profesi, dan latar belakang yang tidak sembarangan. Setidaknya, para anggota Haute Lister adalah kalangan terbatas yang cukup berpengaruh.

"Kami lihat dari reputasi, background, dan profesinya. Pokoknya para member kami itu harus "sesuatu" gitu," ujar Yulie.

Yulie menjelaskan, berkaitan dengan reputasi, para member harus memiliki reputasi yang baik. Profesi para member juga harus "berkelas". Setidaknya mereka mempunyai networking yang luas dan pengguna premium brand. Selain itu, mereka harus memiliki latar belakang keluarga yang berpengaruh. "Paling tidak, mereka sudah punya nama di masyarakat dan mereka harus berprestasi," kata dia.
 
Namun, yang terpenting, lanjut Yulie, setiap anggota harus memiliki jiwa sosial yang tinggi. Menjadi member Haute Lister tidak boleh hanya mengejar uang dan popularitas. Karena itu, para member harus berasal dari kalangan mapan dan berstatus sosial tinggi.

"Keuntungan menjadi member itu nggak besar. Sebab, dalam setiap acara, kami menyisihkan sebagian pendapatan untuk disumbangkan," ujarnya.

Untuk menyeleksi para member Haute Lister, Yulie memiliki tim yang beranggota sepuluh orang. Dia juga menggandeng sebuah majalah lifestyle terkenal Bazaar. Yulie memang bekerja sama dengan majalah mode  internasional tersebut sejak dua tahun lalu. Hingga saat ini, jumlah anggota Haute Lister mencapai 60 orang. Mereka dibagi empat batch. Satu batch terdiri atas 15 orang.

Yulie menyebutkan, para member Haute Lister cukup beragam. Namun, semua memenuhi syarat. Dari kalangan artis, ada nama-nama Marissa Nasution dan Daniel Mananta. Sedangkan dari kalangan pengusaha sekaligus artis, ada Aimee Juliet dan Diah Permatasari. Sejumlah istri duta besar dan para desainer papan atas Indonesia juga bergabung di Haute Lister.

Lalu, apa tugas para member? Yulie mengungkapkan, mereka biasanya bergantian menjadi host dalam sebuah acara atau pesta klien mereka. Biasanya pesta atau acara yang mereka tangani berkaitan dengan peluncuran produk premium hingga pembukaan butik internasional. Para host tersebut dipilih berdasar keinginan klien. Menurut None Jakarta Pusat 1987 itu, jumlah host yang diminta klien cukup bervariasi.
 
"Pernah di acaranya Christian Dior mereka ingin ada delapan host. Kami sediakan delapan member yang sesuai untuk menjadi host," ujarnya. Tugas host adalah sebagai tuan rumah.
 
Selain host, Haute Lister menyediakan crowd alias undangan yang datang menghadiri acara atau pesta yang diperuntukkan bagi kalangan eksklusif  itu. Yulie dan timnya bertugas mengatur jadwal para fashionista dan sosialita untuk hadir dalam acara tersebut.

Karena itu, Yulie harus benar-benar memastikan para member-nya mampu membawa teman atau rekan kerja yang sesuai dengan segmen acara. Yang cukup merepotkan jika pada menit-menit terakhir, tiba-tiba ada yang batal hadir. Kalau itu terjadi, Yulie pun harus memutar otak untuk mencari penggantinya.
 
Menurut Yulie, kehadiran para fashionista dan sosialita tersebut mampu mendongkrak pamor produk klien mereka. Sebab, Yulie memastikan para undangan yang datang sesuai dengan yang diharapkan klien. Para member juga bisa menggaet target konsumen saat pesta atau acara berlangsung.

Karena itu, para klien yang ditangani Haute Lister adalah perusahaan-perusahaan yang menyasar pasar segmented. "Jadi, product knowledge dan target market-nya kena," ujarnya.
 
Namun, dalam menawarkan jasanya, Yulie selalu menekankan setiap pesta menyertakan charity atau kegiatan amal. Bahkan, orientasi awal dirinya mendirikan Haute Lister agar mampu mengadakan acara amal sebanyak mungkin. Dia menuturkan, dana-dana yang terkumpul dari acara tersebut langsung didonasikan bagi sejumlah yayasan atau pihak yang membutuhkan.
 
"Kami kumpulkan dana untuk korban banjir di Banten. Kami membantu beberapa masjid yang membutuhkan pemugaran," tutur Yulie.
 
"Kami juga pernah membantu bayi korban penculikan dan kekerasan di Makassar. Dan, banyak lagi yang lain. Walaupun belum satu tahun, sudah banyak yang kami bantu," tambahnya.
 
Yulie pun menceritakan salah satu kesuksesannya dalam mengelola Haute Lister. Manajemennya pernah menangani acara pembukaan sebuah klub bernama Diagonale yang berlokasi di Plaza Senayan. Dan, salah satu tolok ukur kesuksesan sebuah acara adalah banyaknya undangan yang datang.
 
"Kami waktu itu sukses mendatangkan 1.000 orang. Padahal, lounge-nya hanya berkapasitas 400 orang. Akhirnya panitia terpaksa pakai sistem buka-tutup karena pengunjungnya makin banyak," kenangnya.
 
Meski kerap menuai sukses dalam sebuah acara, Yulie tidak memungkiri jika terkadang ada hal-hal di luar kendali yang terjadi. Dia mencontohkan, pernah Haute Lister menangani sebuah acara photoshoot di suatu majalah lifestyle. Di situ pihaknya menyediakan beberapa pakaian branded. Namun, saat pakaian-pakaian tersebut dikembalikan ke pihak butik, ternyata ada nodanya.
 
"Saya jadi nggak enak dan kami harus mengganti baju itu. Ya, terpaksa kami beli. Padahal, harganya puluhan juta rupiah," cerita dia.
 
"Bukan kami yang buat noda. Tapi, kami yang ganti. Itu risiko. Namanya juga usaha, masak mau enaknya saja," imbuhnya.
 
Haute Lister pun makin berkembang. Namun, hingga kini, Yulie mengaku masih kesulitan mencari sumber daya manusia yang paham dengan manajemen yang dikelolanya. Tidak banyak orang yang paham istilah hosting maupun sejumlah premium brand.

Alumnus Jurusan Bahasa Inggris dan Komputer, Stamford College Singapura, itu kerap kesusahan mencari orang yang tepat. Karena itu, Yulie lebih suka meng-hire orang-orang yang pernah bekerja di majalah-majalah lifestyle.
 
"Sebab, mereka ngerti. Kalau menjadi staf kami, mereka bisa melakukan sesuai dengan apa yang kami mau," tandasnya. (*/c4/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 3 Little Angels, Relawan Khusus Pasien Anak-Anak Miskin


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler