jpnn.com - JAKARTA - Pakar Hukum TaTa Negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah dana yang dialokasikan dari keuntungan perusahaan termasuk BUMN untuk masyarakat. Makanya, jika CSR ini akan diambil oleh Pemerintah untuk membiayai program Kartu Sakti Jokowi maka Undang-Undang APBN harus diubah.
"Kalau dana CSR BUMN itu diambil oleh negara, maka harus ada dasar hukumnya," kata Yusril dalam akun twitternya @Yusrilihza_Mhd beberapa saat yang lalu, Jumat (7/12).
BACA JUGA: Ruhut: Kolom Agama di KTP Bukan Jaminan Ahlak
Mantan Menteri Sekretaris Negara era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu menjelaskan bahwa untuk menggunakan CSR perlu ada perubahan sumber penerimaan negara dan ada perubahan alokasinya yang didasarkan du UU APBN.
Jika langkah ini tidak dilakukan maka Yusril memastikan bahwa penggunaan dana CSR BUMN akan menjadi masalah. Apalagi pembiayaan program tersebut merupakan program tiga kartu yang meliputi Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dijanjikan Jokowi ketika kampanye dulu.
BACA JUGA: Ini Kata Tjahjo Kumolo Soal Pengosongan Kolom Agama di KTP
"Apalagi jika dana yang diambil dari CSR BUMN itu dianggap sebagai bukan uang negara sehingga bisa dikelola sebagai dana nonbudgeter," ucapnya.
CSR BUMN sendiri kata Yusril sudah dianggarkan oleh perusahaan dan harus dijalankan untuk memenuhi kewajiban BUMN kepada masyarakat sekitar. Seperti halnya kata dia, CSR Freeport digunakan untuk masyarakat Timika, Newmont Nusa Tenggara untuk masyarakat Sumbawa, PT Timah untuk masyarakat Bangka Belitung.
BACA JUGA: Siti Nurbaya Sebut Cuma Punya Di Bawah 10 Miliar
"Ini semua berkaitan dengan tertib penyelenggaraan negara, khususnya di bidang keuangan, yang sungguh-sungguh harus diperhatikan oleh Presiden," ujarnya. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Imbas Moratorium, PNS Harus Serbabisa
Redaktur : Tim Redaksi