JAKARTA - Setelah berlarut-larut tanpa kepastian, Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya menghentikan perkara korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum). Kejagung beralasan bahwa alat bukti untuk melanjutkan perkara di Kementerian Hukum dan HAM itu tidak cukup. Dengan demikian, tiga tersangka kini lepas dari jerat hukum.
Para tersangka tersebut adalah mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra, pengusaha Hartono Tanoesoedibjo, dan mantan ketua Koperasi Pengayoman Pegawai KemenkumHAM Ali Amran Janah. "Penghentian penyidikan ini didasarkan pada alasan tidak terdapat bukti yang cukup. Karena itu, perkara ini dihentikan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Adi Toegarisman, Kamis (31/5).
Apalagi, imbuh Adi, dari empat terdakwa yang sudah disidang, tiga di antaranya dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung (MA). Mereka adalah mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Romli Atmasasmita, mantan Direktur Sarana Rekatama Dinamika (pelaksana Sisminbakum) Yohanes Waworuntu, dan Zulkarnaen Yunus yang juga mantan Dirjen AHU.
MA menyatakan bahwa Sisminbakum merupakan kebijakan resmi pemerintah yang tak dapat dianggap sebagai pidana korupsi. Sedangkan mantan Dirjen AHU Syamsuddin Manan Sinaga dihukum karena menggunakan duit Sisminbakum untuk kepentingan pribadi bagian yang seharusnya buat keuangan negara.
"Dengan pertimbangan dari putusan perkara yang sudah diputuskan dan sudah inkracht, sudah jelas bahwa dalam perkara tersbeut tidak ada perbuatan melawan hukum dan tidak ada kerugian negara," kata Adi. Selain itu, fee Sisminbakum bukan merupakan keuangan negara karena belum termasuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Kejagung, kata Adi, menghentikan perkara ini dengan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikaan). Alasannya, berkas mereka belum dilimpahkan ke Direktorat Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus). Padahal, JAM Pidsus M. Amari"sebelum digantikan Andhi Nirwanto"pernah menyatakan bahwa berkas Yusril sudah rampung alias P21. "Belum ke penuntutan. Karena itu kami menggunakan SP3 untuk menghentikan kasus ini," kata jaksa asal Sumenep, Jawa Timur, itu.
Bukan kali ini saja Yusril "menang" melawan Kejagung. Sebelumnya, mantan Mensesneg itu pernah menggugat jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji ke Mahkamah Konstitusi (MK). MK kemudian menyatakan jabatan Hendarman tidak sah. Hendarman akhirnya diganti Basrief Arief. Sebelumnya, pencekalan dirinya juga dia bawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebelum PTUN memutus perkara tersebut, Kejagung sudah merevisi dasar pencekalan Yusril. Kejagung mengaku keliru menggunakan UU Imigrasi yang lama.
Yusril menyambut gembira keputusan tersebut. Dia menyatakan bahwa keputusan itu seharusnya sejak dulu sudah diambil Kejagung. Yakni pada saat Romli Atmasasmita" dinyatakan tidak bersalah oleh MA pada Desember 2010. "Uang pembangunan dan pengoperasian Sisminbakum seluruhnya uang swasta, sehingga tidak ada kerugian negara. Pelayanan publik juga terlayani dengan sebaik-baiknya dengan Sisminbakum," katanya.
Yusril mengakui, dia sudah sejak lama meminta Kejagung menghentikan kasus ini. Namun, Kejagung selalu menggantung perkara tersebut dengan alasan "sedang dikaji". Dalam pertemuan pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat kaget saat dia mengatakan statusnya masih sebagai tersangka. "Presiden SBY menanyakan kepada saya tentang status hukum kasus itu," katanya. (aga)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Miliki Kendaraan, Hakim Naik Ojek ke Kantor
Redaktur : Tim Redaksi