JAKARTA – Yusril Ihza Mahendra memuji sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, yang patuh pada putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan permohonan Gubernur non aktif Bengkulu, Agusrin M Najamudin, yang minta pelantikan Plt Gubernur Bengkulu Junaedi Hamzah sebagai gubernur definitif, ditunda.
Yusril membeberkan, alasan pengadilan memenangkan putusan sela perkara itu karena pengadilan melihat bahwa gugatan yang disampaikan ke PTUN mempunyai argumentasi kuat. Kedua, kata dia, jangan sampai putusan pengadilan tidak efektif lagi.
“Seperti misalnya, kasus Kotawaringin Barat (Kobar). Kobar itu (kasus sengketanya) diputuskan satu hari sebelumnya tapi tetap dilantik oleh gubernur sebagai Bupati Kobar. Sampai sekarang terus diperkartakan. Kesannya pemerintah mengabaikan putusan pengadilan,” katanya, Rabu (16/5) kepada wartawan, di Jakarta.
“Tapi, kali ini, Pak SBY dan Gamawan patuh pada putusan pengadilan. Itu suatu langkah yang positif dan telah menunjukkan pada rakyat, bahwa apapun perintah pengadilan harus dipatuhi meskipun itu menyangkut soal presiden,” kata bekas Menteri Hukum dan Perundang-undangan itu.
Seperti diketahui, PTUN Jakarta dalam putusan sela menyatakan bahwa Keputusan Presiden (Keppres) No: 48/P Tahun 2012 tanggal 2 Mei 2012 yang mengesahkan pengangkatan Plt Gubernur Junaidi Hamsyah menjadi gubernur definitif menggantikan Agusrin, ditunda pelaksanaannya sampai sengketa tata usaha negara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
Selain menunda pelaksanaan Keppres tersebut, putusan PTUN Jakarta juga memerintahkan Tergugat I (Presiden RI), Tergugat II (Menteri Dalam Negeri RI) dan Tergugat III (Wagub/Plt Gubernur Bengkulu) untuk menaati putusan sela.
Yusril yang menjadi kuasa hukum Agusrin M. Najamudin pekan lalu menggugat dua Keputusan Presiden, yaitu Keppres No 40/P Tahun 2012 dan Keppres No 48/P Tahun 2012. Keppres itu masing-masing berisi memberhentikan Agusrin dari jabatannya dan mengesahkan pengangkatan Junaidi sebagai gubernur definitif. Melalui keputusan itu, Mendagri juga menyiapkan pelantikan Junaidi, Selasa 15 Mei 2012.
“Keputusan presiden itu mengandung kesalahan. Sehingga itu jadi dasar pertimbangan (majelis hakim) untuk mengabulkan putusan sela,” kata Yusril.
Dijelaskan Yusril juga, di pasal 30 UU Nomor 32 Tahun 2004, disebutkan ‘Apabila kepala daerah didakwa ke pengadilan karena dituntut melakukan suatu tindak pidana yang diancam serendah-rendahnya lima tahun, diberhentikan sementara dari jabatannya. Apabila ada putusan pengadilan yang mempunyai keputusan tetap, maka yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya, tanpa melalui usulan DPRD'.
“Dilihat sama pak Agusrin. Dia dipidana berdasarkan pasal 2 junto pasal 55 ayat 1 UU 31 tahun 1999 tentang korupsi. UU itu ancamannya empat tahun. Sedangkan UU 32 tahun 2004, presiden memberhentikan kepala daerah itu apabila diancam pidana serendah-rendahnya lima tahun. Sekarang pasal 2 UU 31 tahun 1999 ancamannya serendah-rendahnya 4 tahun,” beber dia.
“Berarti keputusan presiden (terkait pengangkatan Plt Gubernur Junaidi Hamsyah) itu salah,” tegasnya. Ia mengatakan, memang putusan itu belum final. “Tapi, hakim menganggap ada dasar mengabulkan putusan sela. Karena putusan presiden itu nyata salahnya,” kata dia. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... FDR Sukhoi Belum Ditemukan
Redaktur : Tim Redaksi