Yusril Sebut Kasus Hartati Pelanggaran Pilkada

Senin, 07 Januari 2013 – 12:33 WIB
JAKARTA--Pengamat Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra hadir dalam persidangan terdakwa kasus dugaan suap Bupati Buol, Siti Hartati Murdaya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (7/1). Ia dihadirkan sebagai saksi ahli oleh tim penasehat hukum Hartati.

Dalam kesaksiannya, Yusril menyatakan  jika seorang bupati yang menjadi incumbent  menghimpun uang untuk biaya pilkada, maka uang yang diterimanya tidak berkaitan dengan jabatannya sebagai penyelenggara negara. Menurutnya, hal itu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

"Jadi ketika seorang bupati incumbent maju atau akan maju lagi dalam pemilihan kepala daerah berikutnya, posisi dia sebenarnya adalah sebagai calon, atau bakal calon. Maka jika dia mengumpulkan uang untuk sumbangan pilkada itu maka dilihat sebagai calon bupati," ujar Yusril dalam sidang yang diketuai oleh Hakim Gusrizal.

Menurut Yusril dalam pasal 84 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 batas-batas sumbangan yang dibenarkan dimiliki oleh seorang seorang calon bupati baik bakal maupun incumbent adalah minimal sumbangan Rp 50 juta dan maksimal 350 juta. Jika terjadi pelanggaran dalam pemberian sumbangan itu, maka proses hukum yang ditegakkan disesuaikan dengan undang-undang yang sama.

Dalam hal ini jika ada pelanggaran, dapat diberlakukan pasal 18 UU Nomor 32 tahun 2004 dan ketentuan lain dalam undang-undang itu yang mengatur jika ada penyimpangan.

"Ini sangat tergantung dari sudut pandang dan harus dilihat seperti apa. Saya tidak masuk dalam case yang sedang di sidangkan dalam persidangan ini. Tapi tentu harus dilihat titik berat suatu kasus itu, kalau memang kasus itu terkait dengan posisi seseorang sebagai incumbent, apabila memang melebihi jumlah itu, sebenarnya yang harus diberlakukan adalah ketentuan pidana dalam UU Nomor 32/2004," papar Yusril.

Seperti diketahui, dalam kasus Hartati disebutkan uang dari PT Cipta Cakra Murdaya dan PT Hardaya Inti Plantations itu adalah sumbangan untuk pemenangan Amran Batalipu dalam pemilihan Bupati Buol, Sulawesi Tengah. Uang yang diterima Amran sebesar Rp 3 miliar secara bertahap dari anak buah Hartati.

Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga dalam kasus ini, uang yang diterima Amran bukan untuk sumbangan pilkada melainkan terkait dengan penerbitan hak guna usaha perkebunan sawit PT Cakra Murdaya dan PT Hardaya Inti di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol. Suap terhadap Bupati Amran terungkap saat KPK menangkap General Manager PT Hardaya Inti Yani Anshori di vila milik Amran pada 26 Juni 2012 lalu.(flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indosat Surati Kejagung

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler