JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta mencoret 494 Daftar Calon Sementara (DCS) calon legislatif (caleg) Partai keadilan Sejahtera (PKS), karena diserahkan dan ditandatangani oleh kepemimpinan partai yang tidak sah.
Menurut pendiri Partai Keadilan (PK) yang merupakan cikal bakal PKS, Yusuf Supendi, dalam akta notaris pendirian partai yang ditandatangani Notaris Trie Sulistiowarni tertanggal 11 Juni 2002, pimpinan tertinggi DPP PKS disebut ketua umum dan bukan seorang presiden partai.
“Jadi yang benar mestinya ketua umum DPP PKS. Walaupun dalam anggaran dasar disebut presiden partai, itu bukan status hukum karena belum didaftarkan ke Kementrian Hukum dan HAM. Karena itu presiden PKS tidak sah dan ilegal, tidak sesuai dengan akta pendirian partai,” ujar Yusuf di gedung KPU, Jakarta, Senin (17/6).
Menurut Yusuf, penggantian sebutan ketua umum PKS, harusnya sejak lama diikuti pengubahan akta notaris yang kemudian didaftarkan ke Kemenkumham. Lalu dokumen tersebut harus diumumkan dalam berita negara sebagaimana amanat UU Nomor 8 tahun 2012 Pasal 15 huruf a, tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD.
Kondisi yang terjadi saat ini menurut Yusuf, menunjukkan jika PKS tidak pernah belajar dan tidak tanggap dengan syarat ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Padahal sebelumnya pada masa verifikasi administrasi, KPU telah menolak dan meminta berkas Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) PKS untuk diperbaiki, karena tidak dilengkapi surat keterangan dokter terkait syarat bebas jasmani dan rohani para Bacaleg.
“Jadi Anis tidak berhak menandatangani DCS. Oleh karena itu KPU berhak menggugurkan 494 DCS PKS. Kalau KPU tegas terhadap partai lain, kita juga tentu berharap dapat dilakukan langkah yang sama terhadap partai ini. Sekarang kita tinggal menunggu apakah KPU berkomitmen dengan undang-undang,” katanya yang datang ke KPU setelah lembaga tersebut membuka kesempatan kepada masyarakat untuk menanggapi DCS yang telah dipublikasikan.(gir/jpnn)
Menurut pendiri Partai Keadilan (PK) yang merupakan cikal bakal PKS, Yusuf Supendi, dalam akta notaris pendirian partai yang ditandatangani Notaris Trie Sulistiowarni tertanggal 11 Juni 2002, pimpinan tertinggi DPP PKS disebut ketua umum dan bukan seorang presiden partai.
“Jadi yang benar mestinya ketua umum DPP PKS. Walaupun dalam anggaran dasar disebut presiden partai, itu bukan status hukum karena belum didaftarkan ke Kementrian Hukum dan HAM. Karena itu presiden PKS tidak sah dan ilegal, tidak sesuai dengan akta pendirian partai,” ujar Yusuf di gedung KPU, Jakarta, Senin (17/6).
Menurut Yusuf, penggantian sebutan ketua umum PKS, harusnya sejak lama diikuti pengubahan akta notaris yang kemudian didaftarkan ke Kemenkumham. Lalu dokumen tersebut harus diumumkan dalam berita negara sebagaimana amanat UU Nomor 8 tahun 2012 Pasal 15 huruf a, tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD.
Kondisi yang terjadi saat ini menurut Yusuf, menunjukkan jika PKS tidak pernah belajar dan tidak tanggap dengan syarat ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Padahal sebelumnya pada masa verifikasi administrasi, KPU telah menolak dan meminta berkas Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) PKS untuk diperbaiki, karena tidak dilengkapi surat keterangan dokter terkait syarat bebas jasmani dan rohani para Bacaleg.
“Jadi Anis tidak berhak menandatangani DCS. Oleh karena itu KPU berhak menggugurkan 494 DCS PKS. Kalau KPU tegas terhadap partai lain, kita juga tentu berharap dapat dilakukan langkah yang sama terhadap partai ini. Sekarang kita tinggal menunggu apakah KPU berkomitmen dengan undang-undang,” katanya yang datang ke KPU setelah lembaga tersebut membuka kesempatan kepada masyarakat untuk menanggapi DCS yang telah dipublikasikan.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolri Diminta Copot Kapolda Jambi
Redaktur : Tim Redaksi