Zaman SBY, Fahri jadi Ayam Aduan, Era Jokowi, Siap Disembelih

Selasa, 12 Januari 2016 – 16:32 WIB
Fahri Hamzah. Foto: M. Fathra Nazrul Islam/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menilai, akibat dari tidak jelasnya format koalisi baik di pemerintahan maupun di oposisi membuat partai politik layaknya amuba yang terus bergerak dan tidak pernah jelas kapan bersandar. 

"PKS misalnya. Saya ingat, saat PKS 10 tahun menjadi koalisi pemerintahan SBY, tapi selama 10 tahun juga PKS bergerak layaknya oposisi. Sekarang PKS menegaskan menjadi oposisi, tapi gerakannya seperti partai anggota koalisi pendukung pemerintahan," kata Siti di Jakarta, Selasa (12/1).

BACA JUGA: Resmi! Johan Budi Jabat Juru Bicara Istana

Dalam kondisi yang seperti itu, lanjutnya, seorang kader PKS, Fahri Hamzah yang kerap menimbulkan "masalah" di era SBY karena jadi penggagas Pansus Century membuat pusing elite PKS yang duduk di pemerintahan. Kini Fahri, ujarnya, juga membuat pusing para elite PKS yang tampaknya ingin merapat ke pemerintahan sehingga muncul keinginan melengserkannya dari kursi Wakil Ketua DPR.

"Ini yang saya bilang politik kepentingan sesaat. Di era SBY, Fahri dimanfaatkan oleh kepentingan partai untuk bargaining kekuasaan. Nah saat ini karena kepentingan partainya berbeda, dan Fahri sudah tidak lagi dibutuhkan karena dianggap tidak sesuai dengan garis partai saat ini, Fahri menjadi korban. Kalau dulu demi kepentingan, Fahri dijadikan ayam aduan, sekarang demi kepentingan juga, Fahri akan dijadikan ayam potong yang siap disembelih," ujar Siti.

BACA JUGA: Prabowo Legowo Kadernya Diminta Jokowi-JK

Fahri menurut Siti, dalam koalisi pemerintahan atau oposisi menjadi semacam pion dari pembentukan koalisi tanpa format. Koalisi yang benar harusnya dilandasi oleh kesamaan ideologi, bukan sekadar kecocokan chemistri para pimpinan partainya.

"Paling tidak sebelum berkoalisi, masing-masing pihak membaca AD/ART masing-masing partner anggota koalisi, sehingga bisa lebih nyambung koalisinya. Sekarang ini karena kepentingan para elitnya yang sesaat, meski banyak perbedaan ideologi, koalisi tetap dipaksakan. Yah, seperti ini jadinya," tegasnya. (fas/jpnn)

BACA JUGA: Mengunjungi Markas Gafatar yang Berkedok Koperasi

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lagi, Mantan Direktur Keuangan Pelindo II Digarap KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler