155 PSK di Medan Positif HIV/AIDS
Kamis, 08 Maret 2012 – 22:19 WIB
Amir juga menyatakan, untuk pendataan ini seharusnya yang lebih pro aktif adalah Dinas Sosial di kabupaten/kota. Karena persoalan WPS ini sulit teridentifikasi, tidak seperti profesi-profesi lainnya. “Kalau di Medan di Jalan Gajah Mada. Itukan di lokasi. Kalau yang tidak di lokasi, bagaimana pula mengidentifikasinya? Itu harusnya jadi perhatian pemerintah daerah setempat,” terangnya.
Robertson menuturkan, dalam upaya penanganan WPS yang ada, ada dua alternatif pencegahan yang dilakukan pihaknya. Pertama melalui sistem panti dan yang kedua dengan sistem nonpanti. Sistem panti ini adalah pemkab/pemko serta Pemprovsu melakukan penjemputan atau yang biasa disebut razia. Setelah dirazia, para PSK yang terjaring kemudian dikirim ke Unit-unit Pelayanan Terpadu (UPT), untuk diberi pembinaan. Pembinaan tersebut menyangkut, pembinaan fisik, mental, sosial dan keterampilan. Dalam pembinaan itu, dibutuhkan waktu minimal enam bulan atau satu tahun.
Usai dari situ, para WPS tersebut diberi bekal yakni peralatan untuk membuka usaha sendiri seperti, salon, menjahit dan sebagainya. “Itu harus dipandu atau dipantau oleh pihak keluarga, meskipun sudah keluar dari panti. Artinya, tidak bisa dilepas begitu saja karena bukan tidak mungkin yang keluar dari panti itu akan kembali pada pekerjaan sebelumnya,” ujarnya.