20 Persen Pemilih Halalkan Politik Uang
jpnn.com - JAKARTA -- Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sigit Pamungkas mengungkapkan saat ini sekitar 20 persen pemilih di Indonesia menghalalkan politik uang jelang Pemilu 2014. Ini terjadi karena sebagian pemilih menganggap memilih dalam Pemilu adalah kewajiban kerja. Bukan kesadaran demokrasi.
"Mereka tidak meletakkan aktivitas memilih sebagai bagian dari pemenuhan hak warga negara, tapi sebagai aktivitas kerja. Kalau melihat pemilu sebagai aktivitas kerja maka pemberian uang mereka lihat sebagai hal yang wajar. Sekitar 20 persen pemilh kita memang toleran pada politik uang," ujar Sigit dalam diskusi "Pemilu Bersih Tanpa Politik Uang" di Jakarta Pusat, Minggu, (8/12).
Sigit menyatakan model politik uang ini mempengaruhi kualitas pemimpin yang terpilih. Oleh karena itu, seharusnya dicegah sedini mungkin. Semakinn banyak publik yang permisif pada politik uang, ungkapnya, makin banyak pemimpin yang tidak berkualitas.
"Ini persoalan serius untuk memaknai aktivitas memilih. Selama aktivitas memilih bukan tunaikan hak, tapi sebagai kerja. Maka permisif akan tinggi," sambungnya.
Sigit mengungkapkan saat ini sulit mendapatkan pemimpin berkualitas. Salah satunya juga disebabkan karena merosotnya jumlah orang-orang cerdas yang menggunakan hak pilihnya. Terutama masyarakat kelas menengah ke atas.
"Orang yang kritis, cerdas, menarik diri dari proses politik Maka tidak ada pembendung terhadap elit yang terpilih. Jadi sebenarnya salah satu cara agar orang yang pakai politik uang tidak terpilih, adalah mendorong partisipasi tinggi di pemilih tinggi," kata Sigit. (flo/jpnn)