200 Apoteker Kewalahan Layani Warga Kalsel
jpnn.com - BANJARMASIN – Pertumbuhan usaha apotek atau toko obat berizin yang semakin besar di Kalsel ternyata tidak diimbangi dengan jumlah tenaga apoteker.
Persoalan ini semakin menjadi dilema, lantaran tenaga apoteker memiliki peranan vital dalam pelayanan obat-obatan bagi masyarakat. Tidak hanya diperlukan di apotek-apotek, tenaga apoteker juga sangat diperlukan di rumah sakit, pusat-pusat kesehatan masyarakat, hingga di tingkat distributor obat dan alat-alat kesehatan.
Minimnya tenaga apoteker di Kalsel mendapatkan tanggapan dari Ketua Umum Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (PD IAI) Kalsel, Hasan Ismail. Menurut Hasan, antara jumlah masyarakat Kalsel dengan jumlah tenaga apoteker di Kalsel masih jauh dari ideal.
“Hingga saat ini, di Kalsel hanya ada sebanyak 200 orang apoteker. Sementara, jumlah penduduk Kalsel hingga saat ini sudah lebih dari tiga juta orang. Jadi, untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam keperluan meracik obat-obatan, tenaga apoteker di Kalsel sangat kewalahan,” ungkap Hasan dilansir Radar Banjarmasin (JPNN Grup), Selasa (22/9).
Hasan menjelaskan berdasarkan data badan PBB yang membidangi kesehatan, yakni WHO, idealnya dalam satu wilayah berpenduduk 2.300 jiwa, diperlukan sedikitnya satu orang apoteker. Sedangkan, berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalsel, setiap 100 ribu penduduk, hanya ada 32 orang apoteker. Itupun sebaran jumlah tenaga apotekernya tidak merata, terutama di kabupaten-kabupaten yang jaraknya jauh dari Banjarmasin (ibukota Kalsel).
”Tentunya, kalau merujuk data-data tersebut, jumlah apoteker di Kalsel masih sangat minim. Kalau sudah seperti ini, dikhawatirkan pelayanan penyediaan obat-obatan menjadi terhambat,” paparnya.
Untuk itu, sebagai tindakan antisipasi, Hasan berharap pemerintah Kalsel dan pihak terkait memberikan dukungan. Salah satunya dengan membuka program PTT (Pegawai Tidak Tetap) bagi tenaga apoteker dengan penghargaan yang layak.
”Dengan demikian, tenaga apoteker akan lebih bersedia ditempatkan di daerah terpencil dan tidak terpusat di ibukota. Pun demikian, jumlah tenaga apoteker di Kalsel juga kurang lantaran tidak ada perguruan tinggi yang membuka program studi khusus profesi apoteker,” tambahnya.