4 Catatan Kritis FSGI soal Bibit Radikalisme di Sekolah
jpnn.com, JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberikan empat catatan kritis terhadap pemerintah dan penyelenggara pendidikan dalam upaya menangkal radikalisme di sekolah.
Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo mengatakan, maraknya aksi terorisme yang terjadi akhir-akhir ini bikin miris karena selain memakan korban jiwa, tapi juga melibatkan anak-anak.
"Anak-anak sudah menjadi target indoktrinasi radikalisme yang berujung pada perilaku terorisme. Tentu fenomena ini sungguh di luar nalar dan melukai perasaan pendidik," ucap Heru dalam pernyataan tertulisnya, Minggu (20/5).
Karena itu, dalam rangka bersama-sama dengan pemerintah membangun strategi kontraradikalisme dan deradikalisasi di dunia pendidikan khususnya di sekolah, FSGI memberikan sejumlah catatan penting dan mendesak untuk diperhatikan.
Pertama, kekerasan dalam bentuk apa pun semestinya tidak lagi terjadi di masyarakat, apalagi di dunia pendidikan.
Ideologi radikalisme yang berujung dengan aksi kekerasan berawal dari cara pandang yang tidak menghargai perbedaan. Merasa bahwa pendapatnya, diri atau kelompoknya yang paling benar dan anti terhadap pluralitas.
Bibit-bibit radikalisme menurut FSGI, sudah tumbuh sejak dini di sekolah melalui pendidikan. Pembelajaran di kelas yang tidak terbuka terhadap pergulatan pendapat dan cara pandang.
“Pembelajarannya tidak didesain menghargai perbedaan. Sehingga para siswa dan guru terjebak pada intoleransi pasif, yaitu perasaan dan sikap tidak menghargai akan perbedaan walaupun belum berujung tindakan kekerasan. Model intoleransi pasif inilah yang mulai muncul di dunia pendidikan kita," kata Heru.