4 Tahun Terakhir, Masalah Sengketa di Bidang Konstruksi Paling Banyak Terjadi
jpnn.com, PONTIANAK - Tingginya tingkat pembangunan infrastruktur akhir-akhir ini di Indonesia tidak bisa dipungkiri sering menimbulkan perbedaan intepretasi yang berujung sengketa antara pemberi pekerjaan dengan kontraktor.
Hal ini salah satunya bisa disebabkan oleh sifat pekerjaan konstruksi yang dinamis dan berdurasi panjang, membuat berubah-ubah selama masa kontrak.
"Sengketa di bidang konstruksi paling banyak karena memang pembangunan infrastruktur begitu berkembang," ujar Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) M. Husseyn Umar dalam Seminar Nasional Penyelesaian Sengketa Di Bidang Infrastruktur Melalui Arbitrase, di Universitas Tanjungpura, Pontianak, Senin (29/4).
Menurut Husseyn, hingga akhir 2018 saja perkara di sektor konstruksi yang ditangani BANI mencapai 27,09 persen dari total kasus yang ditangani sepanjang 2014-2018.
Jenis perkara lainnya yang banyak ditangani, yakni sewa-menyewa sebesar 24,6 persen, kemudian di sektor teknologi, informasi, dan komunikasi sebanyak 13,01 persen.
Perkara jual beli sebesar 8,3 peraen, energi dan sumber daya mineral 5,88 persen, transportasi 2,85 persen, investasi 2,67 persen, asuransi 1,43 persen, keagenan 0,89 persen, dan keuangan sebesar 0,18 persen.
Selebihnya, sebesar 13,01 persen adalah perkara bidang lain-lain.
“Saat ini Indonesia merupakan pasar infrastruktur sangat besar, sehingga memaksa semua organisasi konstruksi, pelaku usaha jasa konstruksi, dan pihak pihak yang terlibat perlu memahami tentang kontrak konstruksi,” tutur Husseyn.