75 Guru Swasta jadi Honorer K2, Gagal Kantongi NIP CPNS
jpnn.com - JAKARTA--Nasib malang menimpa 88 honorer kategori dua (K2) di Kabupaten Gorontalo. Sudah dinyatakan lulus CPNS, selanjutnya pemberkasan sudah disertai surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM), tetapi dianulir Badan Kepegawaian Negara (BKN). Pasalnya, yang bersangkutan bukan merupakan honorer K2 asli karena bekerja di instansi swasta.
"BKN sudah memeriksa seluruh dokumennya. Dari 323 berkas yang diajukan, ada 88 tidak bisa mendapatkan NIP karena mereka tidak masuk kriteria PP 48 Tahun 2005 dan PP 56 Tahun 2012," kata Kepala BKN Eko Sutrisno yang dihubungi, Senin (11/8).
Dia menyebutkan, 75 orang di antaranya bekerja bukan di intansi pemerintah tapi pada sekolah swasta. "Kan aturan di dalam dua PP tersebut sangat jelas. Yang namanya honorer tertinggal pengabdiannya di instansi pemerintah, bukan swasta," tegasnya.
Sebelumnya Bupati Gorontalo sengaja bertandang ke BKN untuk menanyakan nasib 88 orang tersebut. Kab Gorontalo mengoleksi 720 honorer dan yang dinyatakan lulus 323. Namun 88 di antara yang lulus batal menerima NIP setelah dianulir BKN.
"Ini BKN tidak jelas kebijakannya. Kenapa tidak dari awal dikasih tahu. Ini kami sudah menghabiskan dana cukup besar untuk pemberkasan, sekarang malah dibilang honorer palsu," ketus salah satu guru honorer yang berusia 50-an.
Mengenai ini Eko menyatakan, pemerintah sudah memberikan surat edaran kepada seluruh pimpinan instansi pusat dan daerah tentang kriteria honorer K2 tertanggal 27 Februari 2014.
Beberapa persyaratan utamanya adalah honorer K2-nya diangkat oleh PPK atau pejabat lain di bidang pemerintahan, usia maksimal 46 tahun dan paling rendah 19 tahun pada 1 Januari 2006. Selain itu mempunyai masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit satu tahun pada 31 Desember 2005 dan sampai saat pengangkatan sebagai CPNS masih bekerja secara terus-menerus.
"Syarat lainnya adalah honorernya bekerja pada instansi pemerintah dengan sumber gajinya tidak dibiayai dari APBN/APBD. Nah yang 75 guru di Kabupaten Gorontalo kan justru bekerja di swasta. Kalau sampai mereka diproses, itu yang dipertanyakan daerahnya kenapa masih berani meluluskan orang yang tidak berhak," bebernya. (esy/jpnn)