8 Rekomendasi Setara Institute untuk Dorong Partisipasi Kelompok Rentan di Pilkada 2024
jpnn.com, JAKARTA - Setara Institute terus melakukan kampanye inklusif dan advokasi kebijakan untuk meningkatkan partisipasi kelompok rentan dalam demokrasi.
Salah satu bentuk kampanye tersebut dengan menggelar workshop bertajuk, "Komunikasi Strategis untuk Peningkatan Partisipasi Kelompok Rentan dalam Demokrasi", Selasa-Rabu (19-20/11/2024) di Jayakarta Suite, Dago, Bandung, Jabar.
Dalam workshop atau lokakarya ini, Setara Institute menggandeng Koalisi ASPIRASI Jawa Barat. Workshop ini diikuti oleh berbagai komunitas dan organisasi masyarakat sipil di Jabar yang aktif dalam isu kebebasan beragama dan berkeyakinan, komunitas keagamaan, penyandang disabilitas, serta penggerak isu kesetaraan dan keragaman gender.
"Komunikasi strategis menjadi pendekatan penting dalam menyampaikan aspirasi masyarakat, khususnya kelompok rentan. Kemampuan untuk melakukan kampanye inklusif dan advokasi kebijakan yang berdampak merupakan pilar utama dalam memastikan isu-isu kelompok rentan didengar, dipertimbangkan, dan diintegrasikan dalam pembangunan daerah," kata Peneliti Setara Institute Merisa Dwi Juanita dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/11/2024).
Selama workshop, kata Risdo Maulitua dari Koalisi ASPIRASI Jabar menambahkan, para peserta juga melakukan praktik langsung dalam pembuatan konten kampanye yang inklusif menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang akan digelar pada 27 November mendatang, serta menyusun rekomendasi kebijakan terkait isu-isu inklusi kelompok rentan yang akan terus diperjuangkan untuk mewujudkan Pemerintahan Provinsi Jabar yang inklusif.
Menurut Risdo, rekomendasi kebijakan tersebut dituangkan ke dalam delapan poin berikut.
Pertama, memastikan seluruh aparat pemerintahan daerah di Jabar mengadopsi perspektif inklusif dalam penyusunan kebijakan dan penyediaan layanan publik yang adil dan setara tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, gender, disabilitas atau kesehatan.
Kedua, mendesak pemerintah untuk melakukan revisi atau pencabutan aturan daerah yang diskriminatif terhadap kelompok minoritas agama, etnisitas, gender, disabilitas, atau kondisi kesehatan.