Abaikan Putusan Pengadilan, Pimpinan KPK Bisa Diproses
jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi belum menindaklanjuti putusan pengadilan yang menyatakan, petinggi PT Brantas Abipraya, Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno, menyuap Kajati DKI Jakarta Sudung Situmorang, dan Aspidsus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu melalui perantara Marudut Pakpahan.
Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua mengatakan, jika ada unsur kesengajaan oleh deputi maupun komisioner antirasuah, maka bisa diproses etik. "Dapat dibentuk Komite Etik KPK untuk memeriksa komisioner yang membiarkan hal tersebut," ujar Abdullah, Kamis (8/9).
Dia menyatakan, penyidik harus menindaklanjuti putusan majelis hakim yang menyatakan keterlibatan seseorang. "Kalau majelis hakim sudah mengatakan seseorang terlibat dalam satu kasus maka otomatis penyidik KPK harus segera melakukan follow-up," katanya.
Menurut dia, diperlukan kesigapan pimpinan dan deputi penindakan KPK dalam memutuskan tindaklanjut putusan tersebut. Dia mengatakan, persoalannya apakah penyidik masih memprosesnya atau tidak tahu terkait putusan pengadilan tersebut. "Di sinilah diperlukan kecepatan tindakan deputi penindakan dan komisioner KPK," kata Abdullah.
Ia mengimbau agar komisioner maupun deputi segera memeroses putusan sesuai ketentuan yang ada. Jika tidak, ujar Abdullah, maka masyarakat akan berkesimpulan seperti Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, bahwa KPK sekarang sudah bermain politik.
Lebih jauh dia mengatakan, pimpinan KPK tidak hanya melanggar kode etik jika terbukti adanya kesepakatan dalam penanganan kasus korupsi. Bahkan, kata dia, kesepakatan terkait penanganan kasus juga dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana. "Kalau ada deal dalam penanganan kasus korupsi hal itu tidak saja melanggar kode etik, bahkan merupakan tidak pidana," ujarnya.
Seperti diketahui, Marudut, Sudi, dan Dandung dinyatakan bersalah menyuap Sudung dan Tomo. Suap diberikan untuk menghentikan kasus korupsi petinggi PT Brantas Abipraya yang ditangan Kejati DKI Jakarta. (boy/jpnn)