Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Ada 2 Cara Menghadapi Tiongkok di Natuna, Jangan Ragu Pakai Dua-Duanya

Sabtu, 04 Januari 2020 – 21:10 WIB
Ada 2 Cara Menghadapi Tiongkok di Natuna, Jangan Ragu Pakai Dua-Duanya - JPNN.COM
Pergerakan Kapal Perang Republik (KRI) dengan kapal Coast Guard China terlihat melalui layar yang tersambung kamera intai dari Boeing 737 Intai Strategis AI-7301 TNI AU. Foto: ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT

jpnn.com, NATUNA - Kepala Pusat Studi Keamanan Nasional dan Global Universitas Padjadjaran Yusa Djuyandi mendorong pemerintah Indonesia mengambil tindakan tegas dengan hard power (pendekatan militer) dan juga soft power (diplomatik) untuk persoalan Natuna.

"Sudah seharusnya pemerintah Indonesia mengambil tindakan tegas, baik secara diplomatik maupun militer," ujar Yusa, Sabtu (4/1).

Yusa menjelaskan, Natuna merupakan salah satu pulau terluar di Indonesia yang memiliki arti penting bagi kedaulatan negara. Pulau tersebut menjadi semakin penting karena secara langsung juga bersinggungan dengan batas laut wilayah negara-negara lain di ASEAN.

"Tidak jarang beberapa kapal nelayan kita dihalau oleh kapal patroli negara lain, seperti Malaysia dan Vietnam, padahal sesungguhnya kapal nelayan kita masih berada di dalam batas wilayah Zone Eksklusif Indonesia. Bahkan tidak jarang pula kapal patroli kita yang juga harus berhadapan dengan kapal nelayan asing yang dilindungi oleh kapal patroli negaranya," ujar Yusa.

Dia menegaskan, pembahasan soal batas wilayah di sekitar laut Natuna sesungguhnya sudah sangat jelas, yaitu mengikuti hukum UNCLOS (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).

Namun, pelanggaran dan persinggungan antara kapal nelayan dan patroli Indonesia dengan negara lain selalu saja terjadi. Persoalannya persinggungan dan ancaman itu bukan hanya terjadi sekali atau dua kali, tetapi berkali-kali.

Menurut dia, jika persinggungan terjadi antarkapal patroli negara-negara ASEAN, maka bisa dibicarakan melalui cara diplomatik dan dalam forum internal ASEAN (soft power), ketimbang menggunakan cara kekuatan militer (hard power).

"Namun, lain halnya dengan pelanggaran dan ancaman yang diberikan oleh kapal patroli China (Tiongkok). Pelanggaran yang dilakukan oleh kapal patroli China perlu disikapi sedikit berbeda dengan pelanggaran oleh kapal laut negara tetangga," ujar dia lagi.

Pembahasan soal batas wilayah di sekitar laut Natuna sesungguhnya sudah sangat jelas, yaitu mengikuti hukum UNCLOS.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close