Ada Peran Sultan Tidore dalam Sejarah Papua
jpnn.com, JAKARTA - Prajurit TNI bernama Sertu La Ongge gugur di Papua setelah terkena pantulan peluru yang ditembakkan oleh KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata), sesaat setelah mengambil air wudu, Senin (9/3) pagi. Ini merupakan rentetan berbagai peristiwa penembakan yang terjadi di awal 2020 ini.
Menengok kembali sejarah Papua, agar tidak dilupakan oleh generasi penerus, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Pemkab Tidore bakal menggelar seminar untuk menggelorakan kembali semangat nasionalisme terkait provinsi paling ujung Indonesia itu.
"Ini untuk membangun kesadaran sejarah dan rasa nasionalisme generasi muda dan masyarakat Indonesia akan pentingnya mempertahankan NKRI. Juga menyadarkan pentingnya menjaga persatuan dan kedaulatan," kata Sekretaris Humas UNJ, Dr. E. Nugrahaeni Prananingrum di Jakarta, Selasa (10/3).
Dijelaskannya, salah satu sejarah Papua yang hampir dilupakan adalah keberadaan Sultan Zainal Abidin Syah yang merupakan Gubernur Irian Barat (sekarang Papua) pertama yang menjabat pada tahun 1956–1961.
Padahal, periode itu merupakan saat yang panas hubungan Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat, dan Zainal Abidin diangkat menjadi Gubernur Irian Jaya yang berkedudukan di Soasiu, Tidore.
"Zainal Abidin Syah merupakan Sultan Tidore periode 1947–1967, beliau mempunyai peranan penting di dalam sejarah perebutan kembali Papua Barat. Ketika pada 17 Agustus 1956 Presiden Soekarno mengumumkan pembentukan Propinsi Perjuangan Irian Barat dengan ibu kota sementara di Soa-Sio Tidore," lanjutnya.
Keputusan itu ditempuh Presiden Soekarno dengan alasan Papua serta pulau-pulau sekitarnya merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore sejak ratusan tahun lalu. Sebagai gubernur, Sultan Zainal Abidin Syah diperbantukan pada Operasi Mandala di Makassar (TRIKORA) Perjuangan Pembebasan Irian Barat.
"Mendagri Tito Karnavian mendukung Seminar Nasional Peran Sultan Zainal Abidin Syah dalam Mempertahankan Kedaulatan NKRI," ungkapnya.