Ada yang Khawatir, Amendemen UUD Ibarat Membuka Kotak Pandora
jpnn.com - PADANG - Ketua MPR Zulkifli Hasan membuka Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Bumi Minang, Padang, Sumatera Barat, Senin (11/4). Ajang ini diikuti sekitar 30 peserta, terdiri dari para dosen fakultas hukum dan para pakar di Sumatera Barat.
Dalam sambutannya, Zulkifli kembali menegaskan MPR sebagai Rumah Besar sudah didatangi berbagai kalangan yang ingin memberikan masukan perlu tidaknya amendemen UUD.
Intinya, ada dua pendapat. Ada yang setuju dan ada yang tak setuju amendemen dengan alasan masing-masing. Namun dari dua pendapat itu, ada pendapat di tengah-tengah.
Dari sepuluh fraksi di MPR, sembilan fraksi sepakat, haluan negara itu perlu. Termasuk Forum Rektor yang tiga bulan lalu melakukan studi juga menyatakan haluan negara itu perlu.
Namun kata Zulkifli, karena menyangkut konstitusi, MPR harus hati-hati. Meski amanat amendemen ini bukan inisiatif dari MPR periode sekarang, melainkan rekomendasi dari MPR periode 2009-2014 yang jelas-jelas menugaskan MPR periode 2014-2019 melakukan penyempuraan sistem ketatanegaraan melalui perubahan UUD.
Memang ada kekhawatiran berbagai kalangan kalau amendemen UUD dilaksanakan bisa melebar ke mana-mana atau ibarat membuka Kotak Pandora. Kekhawatiran itu bisa jadi karena pengalaman membuktikan, amendemen yang terjadi pada 1999-2002 itu melebar ke mana-mana.
"Untuk amendemen sekarang, itu tak akan terjadi. Karena, sudah dikunci oleh Pasal 37 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 bahwa setiap usulan perubahan UUD diajukan secara tertulis, harus jelas pasal mana yang akan diubah, bunyinya apa, dan apa pula bunyi usulan perubahnya," katanya.
Jadi, menurut Zulkifli, kalau ada usulan perubahan pasal lain di luar dari pasal menyangkut haluan negara, harus dimulai dari awal lagi. "Butuh proses yang panjang," ujarnya. (*)