Agun Sebut Lapas di Indonesia Belum Punya Konsep Bina Napi
Politikus yang punya latar belakang pendidikan ilmu pemasyarakatan itu lantas memberi contoh. Misalnya, narapidana umum harus diberi wadah pelatihan ekonomi agar mereka bisa mengembangkan dirinya setelah keluar dari lapas.
“Kami lebih sering mendapatkan narapidana umum, kalau dia mau bebas dia stres. Karena dia nggak mau pulang, pusing dia kalau bebas itu, mau makan di mana, tidur di mana. Apakah keluarganya mau menerima dia lagi itu pusing. Sementara bagi narapidana lainnya, kebutuhan mereka jauh berbeda dibanding warga binaan umum,” bebernya.
Agun juga menyinggung soal pelayanan di dalam lapas atau rutan. Menurutnya, napi koruptor sudah sewajarnya mendapat fasilitas untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Menurutnya, razia fasilitas maupun pembongkaran sarana malah akan membuat narapidana stres akibat tekanan yang ada di dalam lapas. Karena itu Agun mengatakan, sebaiknya napi tetap diberi kesempatan menghibur diri.
“Dia biasa main di luar itu (seperti) main golf, dilayani, segala rupa. Tapi ketika dia masuk ke kamar (tahanan), dua sampai tiga kali makan, bangunnya diatur, aktivitas diatur, disekat, ada tempat steril itu menurut saya tingkat penderitaannya luar biasa,” kata dia.
Mantan ketua Komisi II DPR itu menambahkan, terbatasnya ruang gerak bagi napi korupsi akan menjadi permasalahan tersendiri. Akibatnya, banyak laporan tentang mudahnya napi keluar masuk penjara.
Namun, berbeda halnya jika narapidana diberi fasilitas maupun kenyamanan di dalam lapas. Dia meyakini para napi tidak akan melakukan hal yang melanggar aturan.
“Soal jera gak jera, karena kebutuhan dirinya. Kemudian kemampuan aktualisasi diri. Apa yang terjadi merupakan dorongan. Semakin ditekan, malah semakin nekat,” pungkas politikus yang akrab disapa dengan panggilan Kang Agun itu.(eno/jpnn)