Ahli Bahasa Anggap Debat Mahasiswa Lebih Baik Ketimbang Capres
jpnn.com - JAKARTA - Pakar Bahasa Indonesia dari Universias Negeri Surakarta, Kundharu Saddhono menilai debat capres pertama yang digelar Senin (9/6) malam jika ditinjau dari aspek bahasa tidak bisa disebut debat. Menurutnya, ajang debat capres itu lebih tepat dinamai pemaparan pemikiran para calon presiden dan wakil presiden.
"Dari aspek Bahasa Indonesia, apa yang dikatakan debat capres-cawapres tidak bisa dikatakan debat, sebab yang terlihat hanya pemaparan pemikiran masing-masing pasangan calon karena memang tidak ada perdebatan di antara peserta debat," kata Kundharu ketika dihubungi wartawan, Selasa (10/6).
Debat dalam Bahasa Indonesia, lanjutnya, harus ada satu persoalan dan masing-masing pihak yang berdebat mengeluarkan argumentasi terkait persoalan yang diperdebatkan. Selain itu, pembantasan waktu 3 menit juga tidak efektif karena tidak ada timbal-balik. Padahal, kata Kundharu, debat berarti ada kubu yang mempertahankan pendapat dan ada yang menyanggahnya.
"KPU nampaknya tidak memahami makna perdebatan. Jadi yang namanya debat capres yang kemarin itu tidak lebih dari saran sosialisasi visi misi saja," tegas Kundharu.
Ia justru menilai debat di kampus yang biasa dilakukan para mahasiswa justru lebih baik. "Ketika seorang dosen menyelenggarakan debat, maka masing-masing panelis mengeluarkan ide-ide, gagasan, keyakinan atas satu persoalan dan solusinya, sementara yang lain membantahnya dengan gagasan, keyakinan dan solusi yang berbeda. Baru bisa dinilai mana yang lebih realistis dan memahami persoalan. Itu baru namanya debat," ujar peraih gelar doktor bahasa itu. (fas/jpnn)