Langkah Kejagung Menetapkan 5 Tersangka Korporasi Tanpa PT Timah Dinilai Mencurigakan
jpnn.com, JAKARTA - Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menjerat lima perusahaan (korporasi) sebagai tersangka kasus korupsi tata niaga timah dengan nilai kerugian disebut mencapai Rp 300 triliun dinilai tidak tepat. Apalagi Kejagung tidak memasukkan PT Timah sebagai pihak yang ditersangkakan.
Pakar hukum pertambangan Abrar Saleng menyampaikan jika terjadi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan penambangan, seharusnya tanggung jawab itu harus dibebankan kepada badan usaha selaku pemegang IUP. Karena hal itu secara tegas telah diatur dalam Undang-undang Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
"Sanksi terhadap kerusakan lingkungan tertuang dalam Pasal 161. Pasal itu menyebutkan pemegang IUP/IUPK yang dicabut atau berakhir serta tidak melaksanakan reklamasi dan penempatan jaminan reklamasi dipidana penjara paling lama 5 tahun. Tak hanya itu pemegang IUP/IUPK itu juga didenda paling banyak Rp 100 miliar," tutur Abrar.
Sementara di ayat 2 pasal yang sama, lanjutnya, diatur sanksi pidana yang menyebutkan eks pemegang IUP atau IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajiban Reklamasi yang menjadi kewajibannya.
“Semua kegiatan pertambangan yang masih aktif, kerusakan lingkungannya dibebankan kepada badan usaha. Karena nanti saat dikembalikan kepada negara perlu dilakukan pemulihan lingkungan pasca tambang. Bahkan semua data-data yang diperoleh dalam pertambangan itu dikembalikan kepada negara. Itu sudah diatur dalam UU Minerba,” jelas Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu, Rabu (8/1).
“Jadi, jangan bayangkan kalau berakhir itu langsung pergi. Gak ada. Bahkan badan hukumnya bisa dihukum sesuai Pasal 161 ayat 2. Di perkara ini kalau berakhir (IUP/IUPK), yang dibebankan (pemidanaan) PT Timah," kata dia.
Terkait adanya tudingan jaminan reklamasi (Jamrek) dianggap lebih kecil dari total kerugian negara, Abrar menyatakan selama izin (pertambangan) masih berlangsung, masih aktif atau belum berakhir, tidak bisa dinilai kerusakan lingkungannya. Karena nanti reklamasi pasca tambang. Pemulihan lingkungan akan dilakukan pemilik IUP.
"Yang pasti, PT Timah tidak akan menambang kalau biaya pemulihan lingkungannya lebih besar dibanding hasil yang diperoleh,” tuturnya.