Ahli Hukum Sebut Dakwaan Ahok Tidak Tepat dan Prematur
jpnn.com, JAKARTA - Ahli hukum pidana dari Universitas Udayana Denpasar, I Gusti Ketut Ariawan menilai surat dakwaan terhadap Basuki Tjahaja Purnama dalam perkara penodaan agama kurang tepat dan bersifat prematur. Gusti menyatakan hal itu saat menjadi ahli pada persidangan atas Ahok -panggilan Basuki- pada sidang lanjutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Rabu (29/3).
Gusti menguraikan, dua pasal yang didakwakan kepada Ahok tidak tepat karena tidak mengandung substansi kasus penodaan agama.
"Ada dua pasal alternatif yang dikenakan. Pertama pasal 156 (KUHP, red) jelas-jelas kasus penodaan hanya ditujukan bagi golongan dan bukan soal agama," ujar Gusti.
Berikutnya, pada dakwaan alternatif yang menggunakan pasal 156a KUHP pun dinilai tak mengenai substansi. Gusti menilai pasal 156a KUHP secara historis digunakan untuk menghindari perpecahan.
"Pasal itu untuk menghindari hadirnya kepercayaan-kepercayaan baru di Indonesia pada masa itu. Jadi dakwaannya tidak jelas dan tak dapat diterima," terangnya.
Sedangkan soal dakwaan prematur, Gusti mengatakan, mestinya ada tindakan preventif pemerintah. Menurutnya, Ahok bisa dijerat dengan Undang-undang (UU) Nomor 1 PNPS tahun 1995 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
UU itu mengamanatkan pejabat publik hendaknya mendapat teguran terlebih dahulu ketika tersandung masalah tindak pidana. "Harusnya diselesaikan dengan ketentuan prosedur yang ada. Tapi ini tidak, langsung pakai hukum," sesalnya.
Untuk diketahui, Ahok didakwa menodai agama karena pidatonya di Kepulauan Seribu menyinggung Surah Almaidah ayat 51. Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 a KUHP atau Pasal 156 KUHP. (uya/JPG)