Ahmad Basarah: Madinah di Zaman Rasulullah Mirip Indonesia Saat Ini
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengajak semua elemen bangsa khususnya umat Islam, untuk menjadikan momentum Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai pengingat bahwa kebhinekaan Kota Madinah di zaman Rasulullah mirip dengan Indonesia saat ini.
Dia menuturkan bahwa di Yatsrib yang kemudian berganti nama menjadi Al Madinah Al Munawwarah, Nabi Muhammad juga menghadapi kebinekaan suku-suku dan agama-agama. Mereka saling bersaing, para penganut agama-agama pun berlomba menunjukkan pengaruh.
"Di tengah persaingan suku, agama, ras dan antargolongan itulah Rasulullah SAW lalu mengajukan Piagam Madinah sebagai platform bersama yang mempersatukan mereka," kata Ahmad Basarah, di Jakarta, Kamis (29/10), menyambut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dirayakan umat Islam Indonesia.
Sekretaris Dewan Penasihat PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) itu menjelaskan, Piagam Madinah yang dibuat secara demokratis itu hanya memuat nilai-nilai bersama yang mengikat dan bisa diterima semua suku dan penganut agama di Madinah. Itulah sebabnya Piagam Madinah sejak awal tidak mendapat penolakan dari penduduk Yatsrib yang beragam.
Dalam konteks Indonesia, katanya, universalitas Piagam Madinah itu mirip dengan keuniversalan Pancasila yang juga memuat nilai-nilai bersama yang mengikat bangsa yang beragam ini dari segi suku, agama, ras dan antargolongan.
"Jika kita lihat sejarah kelahiran Pancasila, umat Islam sebagai mayoritas tidak memaksakan kehendak mereka saat itu, sebaliknya penganut agama lain merasa terlindungi," jelas Basarah.
Karena itu, kata penulis buku Bung Karno, Islam dan Pancasila ini, momentum peringatan Maulid Nabi kali ini harus dijadikan inspirasi bagi bangsa Indonesia untuk memperkukuh persatuan nasional dan semangat gotong royong menghadapi pandemi Covid-19. Apalagi bencana ini belum tahu kapan akan berakhir.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR ini mengaku kagum pada akhlak Rasulullah yang disebutnya akhlak Alquran. Dia mencontohkan, Nabi Muhammad hidup damai berdampingan bersama Yahudi, Kristen, dan Shabi’in selama 13 tahun tinggal di Madinah.