Air Laut Dalam Bisa Kurangi Bakteri dan Cegah Kanker
jpnn.com - PERNAHKAH anda secara tak sengaja meneguk air laut saat berenang atau menyelam? Jika pernah, anda tak perlu khawatir. Di balik rasanya yang asin, air laut yang tertelan nyatanya bisa mengatasi gangguan pencernaan, mengurangi risiko kanker dan maag.
Namun, tentunya tak sembarang air laut yang membawa manfaat saat sengaja tertelan. Air laut yang bermanfaat itu terdapat di kedalaman sekitar 200 meter.
Para ilmuwan sebelumnya mengklaim bahwa konsumsi air laut dari kedalaman tersebut akan membantu membunuh kuman helicobacter pylori. Sekitar 4 dari 10 orang diketahui terinfeksi oleh bakteri penyebab utama radang perut itu. Meskipun dirasakan tak berbahaya, kuman ini dapat memicu maag pada 15 persen dari mereka yang terinfeksi.
Namun, akhir-akhir ini sebuah bukti menunjukkan bahwa air laut dapat menjadi sebuah pengobatan alternatif bebas obat. Sebuah studi hewan di Kochi Medical School, Jepang, menunjukkan, setelah kandungan garamnya dihilangkan, air laut dapat mengurangi jumlah bakteri.
Tim Jepang yang sama kemudian memberikan air laut dalam pada 23 orang yang terinfeksi dengan bakteri. Hasilnya, konsumsi air laut dalam ini mampu mengurangi jumlah bakteri hingga 60 persen, sementara dengan meminum air biasa penurunannya hanya sekitar 25 persen.
Sebab pasti mengapa air laut dalam bisa menyingkirkan kuman helicobacter pylori memang masih belum ditemukan. Namun, beberapa ilmuwan berpendapat, kemungkinan air yang diperoleh dari laut dengan kedalaman 200 meter itu memiliki kadar mineral kalsium, kalium dan magnesium tingkat tinggi, sehingga mempengaruhi dinding sel luar bakteri.
Saat ini, ilmuwan tengah melakukan eksperimen baru di National Taiwan University Hospital dengan melibatkan 60 pasien. Sekitar 30 orang di antaranya akan minum 200 mili liter (ml) air laut 4 kali sehari. Sementara 30 orang pasien lainnya hanya akan diberi air putih biasa. Hasilnya pun dibandingkan setekah dua pekan.
"Pengurangan jumlah kuman yang ada merupakan fakta yang sangat menarik. Meskipun begitu, kami masih menunggu hasil percobaan dari Taiwan tersebut," kata ahli pencernaan dari Central Manchester University Hospitals NHS Foundation Trust, Dr John Mason, seperti dilansir laman Daily Mail, Senin (28/10).