Ajukan Kredit, Jangan Sampai Salah Kalkulasi dan Justru Menyusahkan
jpnn.com, SAMARINDA - Hidup berkecukupan dengan memiliki rumah, perabot lengkap, hingga kendaraan pribadi, merupakan dambaan banyak keluarga.
Tak jarang beberapa keluarga mengajukan kredit. Namun diingatkan agar jangan asal. Tidak sembarangan. Agar nantinya tak jadi masalah. Perlu edukasi serta tak salah kalkulasi. Merasa memiliki pendapatan berlebih, mengajukan kredit pun tak dianggap masalah.
“Kesempatan untuk kredit barang-barang memang ada,” kata Saida Zainurossalamia, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mulawarman, Samarinda, Kaltim.
Beberapa orang berani mengajukan kredit saat ada tambahan pendapatan. Misal adanya insentif, tunjangan atau bonus bulanan. Nah, perlu dipahami bahwa hal itu bisa saja tidak rutin tiap bulan. Saida menceritakan soal guru yang kredit sepeda motor. Sebab, setiap bulan ada tunjangan sertifikasi guru.
“Ternyata pada bulan tertentu tidak lancar (pencairan tunjangan). Mengakibatkan terhambatnya pembayaran kredit, utang sana-sini,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Saida mengimbau agar benar-benar dihitung secara matang. Khususnya bagi keluarga, perlu komunikasi antar-pasangan. Saat memutuskan untuk mencicil barang, pastikan barang itu benar-benar dibutuhkan.
Sebab tak jarang, dalam keluarga khususnya istri tergiur membeli perabot atau perlengkapan dapur. Oleh sebab itu, Saida mengatakan lebih baik jika suami istri sama-sama memiliki pendapatan. Umumnya pasangan yang baru menikah, memiliki rumah sendiri adalah harapan.
Melakukan kredit pemilikan rumah (KPR) dikatakan Saida salah satu kewajiban. Jika berkeinginan mengajukan kredit lainnya, perlu perhitungan. Dijelaskan, dari total 100 persen pendapatan, 60 persen dialokasikan untuk kewajiban.
“Seperti beli kebutuhan pokok sehari-hari, bayar listrik, air hingga pendidikan anak. Kemudian 20 persen untuk kesehatan dan sisanya lain-lain,” jelas Saida.