Aksi Jual, IHSG Makin Terpuruk
jpnn.com - JAKARTA – Indeks harga saham gabungan (IHSG) konsisten bergerak di zona merah pada sepanjang perdagangan Selasa (9/12). Pada penutupan perdagangan sore kemarin (9/12) IHSG turun 21,702 poin (0,42 persen) ke level 5.122,312 dan indeks LQ45 turun 3,366 poin (0,38 persen) ke level 880,912.
Frekuensi transaksi perdagangan reguler kemarin mencapai 250.202 kali dengan volume 4,997 miliar saham atau Rp 4,042 triliun. Sebanyak 139 saham naik, 164 saham turun, dan selebihnya stagnan.
Saham-saham naik dengan nilai tertinggi (top gainers) antara lain, Tambang Bukit Asam (PTBA) naik 500 (3,88 persen) ke level 13.400. Astra Agro (AALI) naik 450 (1,95 persen) ke level 23.575. Siloam Hospitals (SILO) naik 400 (2,94 persen) ke level 14.000. United Tractors (UNTR) naik 400 (2,30 persen) ke level 17.800.
Sebaliknya, saham-saham turun dengan nilai paling dalam (top losers) di antaranya Mayora Indah (MYOR) turun 700 (2,95 persen) menjadi 23.000. Good Year (GDYR) turun 500 (3,03 persen) menjadi 16.000. Gudang Garam (GGRM) turun 400 (0,66 persen) menjadi 60.100. Lippo Cikarang (LPCK) turun 325 (3,14 persen) menjadi 10.025.
Tim Riset PT Valbury Asia Securities menyebut Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2015 hanya tumbuh 5,2 persen. Angka itu lebih rendah dibandingkan estimasi yang diumumkan bulan Juli lalu sebesar 5,6 persen.
”Perlambatan ekonomi dunia akan berpengaruh terhadap penurunan harga sejumlah komoditas orientasi ekspor Indonesia. Dengan demikian maka pemasukan ekonomis dari lini ekspor akan berkurang atau kurang lebih kondisinya sama dengan tahun ini.”
Namun, Indonesia mampu memperkuat sektor ekonomi lain dan menggenjot investasi maka pertumbuhan bisa lebih tinggi. ”Oleh karena itu pemerintah harus mengoptimalkan daya serap belanja modal. Sampai akhir Oktober lalu, penyerapan belanja modal pemerintah hanya mencapai 38 persen dari total alokasi pendanaan untuk tahun 2014. Rasio tersebut terlalu rendah dan tidak efektif untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi,” terusnya.
Selain pertumbuhan ekonomi, Bank Dunia memproyeksikan mengenai inflasi tahun depan. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebesar 30 persen dikhawatirkan akan memicu inflasi tinggi di Indonesia. Bank Dunia memprediksi inflasi 2015 mencapai 7,5 persen. Sementara itu, pemerintah sendiri dalam jangka pendek untuk prioritas utama kebijakan fiskal akan diarahkan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi.(gen/dio)