Ali Imron: Saya Ketika Itu Setara Letda
Setelah lulus dari Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Karang Asem Paciran, Lamongan 1991 lalu, dia menempuh pendidikan di Akademi Militer Mujahidin Afghanistan.
Keinginan itu terwujud setelah bertemu sang kakak Ali Ghufron yang telah lebih dahulu menempuh pendidikan yang sama.
"Di sana semua kami pelajari, sampai penggunaan senjata kimia. Pendidikan kami sama seperti AKABRI. Cuma bedanya, di sana kami pelajari semua. Setelah lulus kami juga diberi pangkat. Saya ketika itu setara Letda. Kalau dihitung sampai sekarang mungkin sudah Kolonel," ucapnya.
Ali merupakan angkatan kesembilan, di bawahnya masih ada dua angkatan lagi yang juga banyak berasal dari Indonesia.
"Jadi sudah ratusan orang yang diciptakan di sana. Tapi baru sepuluh yang terlibat pengeboman di Indonesia. Itu sudah terkurangi Mucklas, Abdul Matin, Imam Samudera," tutur Ali.
Karena itu melihat latar belakang pendidikan terorisme yang cukup kuat dan jumlah lulusan yang begitu banyak, pria kelahiran Lamongan ini menilai Indonesia butuh hukum yang kuat.
"Saya kira hukum harus diperhatikan. Hukum masih lemah, kami dulu enak berceramah (tentang kekerasan,red). Terutama ketika reformasi," katanya.
Sementara itu terkait wacana pelibatan TNI dalam upaya penangkalan aksi terorisme, Ali menilai ada sisi positif dan negatifnya.