Ancaman Aksi Teror Lone Wolf, Berbahaya dan Sulit Dideteksi
Oleh: Stanislaus Riyanta, Analis Intelijen dan Terorismejpnn.com - Aksi teror di Indonesia mulai menggunakan bentuk baru. Jika dulu dilakukan oleh kelompok-kelompok besar yang terencana dengan rapi, maka sejak beberapa tahun terakhir mulai muncul model teror lone wolf.
Teror lone wolf adalah aksi yang dilakukan seorang diri dan aksinya tidak didesain atau direncanakan atau dibantu oleh pihak lain.
Di Indonesia aksi lone biasanya memang terinsipirasi atau dipengaruhi oleh ideologi kekerasan yang dimiliki pelaku. Pengaruh terbesar adalah dari kelompok trans nasional ISIS. Meskipun terdapat satu kasus khusus aksi lone wolf yang dipengaruhi oleh motif ekonomi yaitu yang terjadi di Mal Alam Sutera.
Beberapa aksi lone wolf di Indonesia di antaranya adalah aksi teror bom di Mal Alam Sutera (28/10/2015) yang dilakukan oleh pemuda berusia 29 tahun, aksi teror di Gereja Katolik Santo Yosep Medan (28/8/2016) oleh remaja 18 tahun, penyerangan polisi di Pos Lantas Cikokol (20/10/2016) oleh pemuda berusia 22 tahun.
Selanjutnya adalah aksi penusukan terhadap dua anggota Brimob di Masjid Falatehan (30/6/2017) yang dilakukan oleh pemuda berusia 28 tahun, serangan kepada Gereja St Ludwina Sleman Yogyakarta oleh pelaku berusia 23 tahun.
Selain itu, aksi serangan bom di Pos Polisi Kertasura (3/6/2019) yang dilakukan oleh pemuda berusia 23 tahun, dan kasus terbaru adalah aksi serangan ke Mabes Polri (31/3/2021) oleh seorang perempuan berusia 25 tahun.
Aksi teror sangat berbahaya karena sulit dideteksi. Pelaku merancang dan melakukan sendiri, tanpa bantuan pihak lain sehingga peluang terdetaksi oleh aparat keamanan menjadi kecil. Sangat jarang terjadi rencana aksi teror lone wolf dapat diketahui dan digagalkan oleh aparat keamanan.
Untuk mecegah aksi ini terjadi maka harapan besar terletak pada masing-masing keluarga dan masyarakat.